www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

26-3-2018

Menurut Jorge Larrain, ideologi adalah satu dari sekian konsep yang paling ekuivokal (meragukan) dan elusif (sukar ditangkap).[i] Bahkan Terry Eagleton menegaskan bahwa belum ada seorangpun dapat memberikan definisi yang adekuat mengenai ideologi. Terkait dengan ini Eagleton memaparkan definisi-definisi tentang ideologi yang jumlahnya sampai enam belas buah.[ii] Tetapi meski begitu, pembahasan tentang ideologi kadang dimulai dari asal-usul kata atau terms ideologi itu sendiri. Terhadap kata ideologi itu sendiri, menurut Teun A. van Dijk, secara rutin membuat kita kembali ke abad delapan belas ketika Destutt de Tracy di Perancis mengajukan nama ideologi (idéologie) bagi ‘ilmu dari ide-ide’, sebuah ilmu yang secara kebetulan tidak pernah dibuat kecuali jika filsafat (atau psikologi?) kemudian dianggap sebagai representasinya.[iii]. Atau seperti dikatakan oleh Karl Mannheim, kaum ideologis adalah anggota kelompok filsafat di Perancis yang menolak metafisika dan mencari dasar pondasi ilmu-ilmu budaya pada anthropologi dan psikologi.[iv]

 

Raymond Geuss, menurut Terry Eagleton, berhasil mengajukan pembedaan yang berguna atas definisi ideologi dengan membedakan ideologi dalam pengertian ‘deskriptif’, ‘peyoratif’ dan ‘positif’. Dalam pengertian deskriptif atau ‘antropologis’, ideologi merupakan sistem-sistem kepercayaan dari kelompok sosial atau kelas-kelas tertentu, terdiri dari baik elemen-elemen diskursif maupun non-diskursif. Dalam pengertian peyoratif, ideologi merupakan sebuah kumpulan nilai-nilai, makna-makna dan kepercayaan-kepercayaan yang mana harus dilihat secara kritis atau negatif berdasarkan alasan-alasan tertentu. Benar atau salah, kepercayaan-kepercayaan ini dijaga keberlanjutannya melalui berbagai bentuk kekuatan penekan. Dalam pengertian positif, ideologi merupakan sekumpulan kepercayaan-kepercayaan yang melekat dan memberikan inspirasi kepada kelompok atau kelas tertentu dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan politiknya.[v]

 

Pada kesempatan ini akan lebih dibahas dalam pandangan-pandangan Paul Ricoeur mengenai ideologi. Paul Ricoeur (1913-2005) yang lahir di Valence, bagian selatan Lyon, Perancis adalah salah satu pemikir Perancis dengan minat yang luas. Karya-karyanya meliputi masalah-masalah agama, sejarah, sastra, psikoanalisa, politik.[vi] Lectures on Ideology and Utopia merupakan salah satu karya Ricouer yang terbit pertama kali tahun 1986. Karya tersebut merupakan kumpulan kuliah Ricoeur di Universitas Chicago pada tahun 1975 dan dilengkapi dengan wawancara di tahun 1984. Dari tema-tema yang menjadi bahan kuliah tersebut, Paul Ricoeur dapat dilihat sebagai pemikir pertama setelah Karl Mannheim yang membahas masalah ideologi dan utopia dalam satu kerangka konseptual.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Dalam Pendahuluan Editor buku Lectures tersebut, George H. Taylor menegaskan bahwa apa yang disampaikan oleh Ricoeur itu adalah sebuah antropologi filosofis. Yang dimaksud dengan antropologi filosofis adalah studi mengenai anthropos, kemanusiaan, dari perspektif filosofis. Dalam Lectures, Ricoeur menggunakan kategori-kategori sosial dan politik untuk membahas apa makna-makna menjadi manusia itu.[vii]

 

Bagi Ricoeur, baik ideologi maupun utopia adalah merupakan imajinasi sosial dan kultural.[viii] Maka dalam bahasan ideologi maupun utopia, struktur simbolik menempati peran sentral bagi Ricoeur. Hal ini dapat dilihat dari penegasan Paul Ricoeur terkait dengan pembalikan struktur simbolik, terutama dalam kepentingan-kepentingan kelas seperti yang ditunjukkan oleh Marx. Ricoeur menuliskan:

   [...] tetapi jika di sana tidak ada fungsi simbolik yang sudah bekerja dalam  tindakan yang primitif sekalipun, saya tidak akan dapat memahami, bagaimana realitas dapat menghasilkan bayang-bayang semacam itu.[ix]

 

Berdasarkan ini pula Ricoeur berusaha mencari fungsi ideologi lebih radikal dari pada fungsi ideologi distorsi seperti yang ditunjukkan oleh Marx. Bagi Ricoeur, fungsi distorsi hanyalah merupakan bagian kecil permukaan dari imajinasi sosial, sama halnya dengan halusinasi-halusinasi atau ilusi-ilusi yang merupakan sebagian saja dari aktifitas imajinatif manusia secara umum.[x] Jika dibicarakan mengenai fungsi ideologi di sini maka ini adalah terkait dengan bagaimana ideologi itu beroperasi secara kongkret dalam bidang praksis manusia. Dan dengan menggali lebih dalam bagaimana struktur-struktur simbolik bekerja dalam praksis manusia, Ricoeur menyampaikan tiga level atau tingkat bagaimana sebuah ideologi dan juga dalam hal ini utopia bekerja atau beroperasi, yaitu distorsi, legitimasi, dan identifikasi atau integrasi.[xi] Ketiga level operasional ideologi dan utopia ini dijelaskan dalam Lectures melalui eksplorasi pemikiran-pemikiran tentang ideologi dan utopia dari Karl Marx, Louis Althusser, Karl Mannheim, Max Weber, Jurgen Habermas, Clifford Geertz, Saint-Simon dan Fourier.

 

Dari Karl Marx misalnya, Ricoeur menunjukkan bagaimana ideologi beroperasi pada level permukaan, yaitu sebagai distorsi. Meski Max Weber tidak secara khusus bicara mengenai ideologi, melalui pandangan-pandangan Weber, Ricoeur menunjukkan bagaimana ideologi bisa beroperasi sebagai legitimasi. Dari Clifford Geertz, khususnya esai Geertz Ideology as a Cultural System, Ricoeur menunjukkan bagaimana ideologi beroperasi pada level yang paling dalam, yaitu dalam fungsi integratifnya. ***

 

[i] Larrain, Jorge, Konsep Ideologi, LKPSM, 1996, hlm. 1

[ii] Eagleton, Terry, Ideology, An Introduction, Verso, 1991, hlm. 1-2

[iii] van Dijk, Teun A., Ideology. A Multidisciplinary Approach, SAGE Publications Ltd, 1998, hlm. 1-2

[iv] Mannheim, Karl, Ideology and Utopia. An Introduction to the Sociology of Knowledge, Routledge & Kegan Paul, 1979, hlm. 63-64

[v] Eagleton, Terry, 1991 ..... hlm. 43-44

[vi] Simms, Karl, Paul Ricoeur, Routledge, 2003, hlm. 1

[vii] Ricoeur, Paul, Lectures on Ideology and Utopia, Columbia University Press, New York, 1986, hlm. xi

[viii] ibid, hlm. 1

[ix] Ibid, hlm. 8

[x] Ibid

[xi] Ibid, hlm. 310

Ideologi

gallery/ricoeur