www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

14-4-2018

Lama tidak terdengar Iriana Joko Widodo terkait dengan PKK, beberapa hari lalu tiba-tiba saja menjadi viral atas pernyataannya. Iriana mengatakan bahwa ibu-ibu PKK supaya jangan berpolitik. Lepas dari berbagai tanggapan atas pernyataan Iriana tersebut, Manuel Castells di tahun 1997 dalam The Power Identity melansir The End of Patriarchalism. Maka jika dua-puluh tahun kemudian muncul ‘gerakan' spontan Barisan Emak-emak Militan, mestinya ini bukanlah hal mengejutkan.

Bagi yang banyak hidup di jalan, saat menghadapi razia kendaraan dari kepolisian akan lebih berdebar-debar jika menghadapi polisi wanita. Sudah terbayang, ia tidak akan lolos dengan mudah. Masih banyak contoh, baik dalam sejarah maupun sekitar jaman sekarang bagaimana perempuan mempunyai daya lebih dibanding laki-laki. The End of Patriarchalism menurut Castells berkaitan erat dengan berbagai gerakan feminisme beberapa dekade sebelumnya. Tetapi yang tidak boleh dilupakan adalah meningkatnya secara signifikan peluang dan peran perempuan dalam berbagai pekerjaan.

Militan dari asal katanya erat terkait dengan kancah perang, ia berperan layaknya seorang prajurit. Dan memang Barisan Emak-emak Militan ini ada di kancah perang: perang opini. Jaman now, kancah medan perang opini ini ada di tiga lapangan, lapangan di modus komunikasi man-to-man, man-to-mass, dan mass-to-mass. Tidak mudah yang dihadapi oleh Barisan Emak-emak Militan ini karena medan man-to-mass seperti televisi, radio, surat kabar, hampir bisa dikatakan lebih dikuasai oleh penguasa.

Kesempatan luas untuk menghadapi hegemoni via modus man-to-mass ini ada di lapangan mass-to-mass dan man-to-man atau face-to-face. Dalam sejarah, Alvin Toffler menunjuk bagaimana Shah Iran yang begitu kuatnya dengan penguasaan penuh modus man-to-mass tetap bisa runtuh berhadapan dengan mass-to-mass dan man-to-man ini. Jadi, jangan pesimis, apalagi takut. Manuel Castells-pun menunjuk bagaimana Zapatista di Mexico memaksimalkan modus mass-to-mass bagi perjuangannya.

Jika meminjam pembedaan tiga kekuatan menurut Alvin Toffler, perang di medan opini ini bisa dikatakan perang dalam kekuatan knowledge. Dan perjuangan Barisan Emak-emak Militan menjadi lebih berat karena tidak hanya menghadapi hegemoni kekuatan man-to-mass, tetapi juga kekuatan violence dan wealth, uang. Seperti diketahui, Toffler membedakan tiga kekuatan, pengetahuan (knowledge), kekerasan (violence) dan uang (wealth).

Dari kancah medan perang opini di republik sekarang ini, uang adalah salah satu lawan berat yang harus dihadapi oleh Barisan Emak-emak Militan ini selain hegemoni atas modus man-to-mass. Dan untuk melawan ini, mau-tidak-mau, memaksimalkan modus man-to-man atau face-to-face adalah cara yang harus dilakukan. Tentu tidak dengan meninggalkan perang di modus mass-to-mass, atau modus via internet, sosial media, dan yang sejenisnya.

Dan tanpa kita sadari, layaknya seorang Zapatista Emak-emak Militan sebenarnya telah berjuang sambil meneriakkan: “Hoy decimos BASTA!” (Today, we say ENOUGH!)[1] *** (14-4-2018)


[1] Manuel Castells, The Power Identity, hlm. 75

Barisan Emak-emak Militan

gallery/gantipres2019