www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

03-6-2018

Brexit satu tahun lalu, apakah itu demi kejayaan Uni Eropa atau ada kepentingan nasional (national interest) dari Inggris? Intensifnya globalisasi mungkin menggeser penghayatan kita tentang negara-bangsa, tetapi fakta pula apa yang disebut sebagai ‘kepentingan nasional’ itu tetap ada. Dan apa yang dikatakan oleh Eric Hobsbawm dalam Nations and Nationalism Since 1780: Programme, Myth, Reality (1991) seakan mendapat pembenarannya. Hobsbawm mengatakan: “the idea of the ‘nation’, once extracted, like the mollusc, from the apparently hard shell of the ‘nation-state’, emerges in distinctly wobbly shape”.[1]  ‘Negara-nasional’ masih jadi ‘andalan’ dalam melindungi rakyat dibanding ‘negara-global’. Amerika sekarang ini-pun juga tidak lepas dari upaya proteksi melalui tarif dan kuota. Hal yang mengantarkan Pax-Americana merangkak naik dengan logika ‘infant industry’-nya Alexander Hamilton di akhir abad 19.

Para founding fathers kita sangat paham soal itu, dan nampak sekali jika secara perlahan kita baca Pembukaan UUD 1945. ‘Keadaan negatif’ dalam bentuk pengalaman dijajah sudah sampai pada tuntutan untuk diubah dan diatasi, dan sampailah perjuangan pada pernyataan kemerdekaan. Untuk itu dibentuklah negara Republik Indonesia, dimana pemerintah Indonesia yang terbentuk akan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah. Dengan suasana kebatinan terjajah bertahun lamanya, maka sangat wajar jika ‘melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah’ disebut pada awal. Dan tidak hanya itu, founding fathers kelihatannya juga yakin bahwa dengan terlindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah, maka upaya-upaya untuk ‘memajukan kesejahteraan umum’, ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’ serta ‘berperan aktif dalam perdamaian dunia’ [2] akan dapat terlaksana sesuai cita-cita Proklamasi.

Thucydides menulis dalam dialog antara perwakilan Athena dan Melos ditengah-tengah kecamuk Perang Peloponnesia (431-404 SM), perwakilan Athena ke Melos: “... the standard of justice depends on the equality of power to compel and that in fact the strong do what they have the power to do and the weak accept what they have to accept.” Dan inilah kiranya mengapa Ha Joon Chang menulis Kicking Away The Ladder (2002)[3] –‘politik tendang tangga’. Ketika negara-negara yang sekarang maju ini mulai menapak pembangunannya, mereka memakai salah satu intrumen penting: proteksi, baik melalui tarif maupun kuota –dan juga sebenarnya, subsidi. Kata mereka, industri mereka masih infant, masih bayi. Tetapi ketika mereka berhasil dengan meniti ‘tangga’ proteksi, atas nama perdagangan bebas, mereka tendang tangga itu. Dan negara-negara berkembang seakan ditunjuk untuk ‘melakukan apa yang mereka katakan, dan bukan yang mereka lakukan’ –do as we say, not as we do. Tak jauh dari diktum Thucydides di atas.

Dalam kompetisi, sepakbola misalnya, tim yang lemah 99% akan dilahap oleh tim kuat. Sudah semestinya. Dalam politik internasional, diktum Thucydides di atas juga berlaku. Yang kuat akan mengatakan seperti kutipan di atas, dengan berbagai bungkus diplomasinya. Yang lemah? Akan menuruti kemauan si-kuat, dan memberikan kompensasi yang bisa saja, ugal-ugalan, gila-gilaan. Maka, tergadailah kedaulatan. Inilah mengapa kita harus menjadi bangsa berani, bangsa kuat. Tidak hanya itu, juga mampu melahirkan pemimpin-pemimpin berani dan kuat yang akan menjalankan republik. Cangkang dimana bangsa akan terlindungi. Jika pemimpin lemah, apalagi ditambah plonga-plongo, peringatan Eric Hobsbawm di atas semestinya akan membuat kita kawatir. Berapa harga-harga kedaulatan demi pemimpin seperti itu? Apalagi seperti ditulis oleh Hillary Clinton di tahun 2011, ‘the future of politics will be decided in Asia, not Afghanistan or Iraq .....’[4] *** (03-6-2018)

 

[1] Eric Hobsbawm, Nations and Nationalism Since 1780. Programme, Myth, Reality, Cambridge Press, 1991, hlm. 190

[2] Selengkapnya, lihat Pembukaan UUD 1945, terutama alinea 4

[3] Ha Joon Chang, Kicking Away the Ladder,  Anthem Press, 2002

[4] http://foreignpolicy.com/2011/10/11/americas-pacific-century/

 

"Harga-harga Kedaulatan" 

gallery/tendang_tangga