www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

08-6-2018

SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No 0156/U/1978 adalah tentang Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK), sedang SK Nomer 02330/U/J/1980 tentang pedoman umum organisasi dan keanggotaan Badan Koordinasi Kemahasiswaan (BKK). Kedua surat keputusan itu kemudian sering disebut bersamaan sebagai NKK/BKK. Dan itu terjadi sekitar 40 tahun lalu.

Empat-puluh tahun kemudian, rasa-rasanya ‘NKK/BKK’ ini hadir lagi begitu dekatnya. Beda pengertian, tapi hampir sama ‘rasa’nya. Tanpa SK khusus, tapi bukannya tanpa kekuatan. Yang pertama dirasa-rasakan, ‘NKK/BKK’ empat-puluh tahun kemudian ini adalah ‘Normalisasi Kehidupan Keagamaan’/’Badan Koordinasi Khotbah’. Lihatlah daftar penceramah sejumlah 200 yang dikeluarkan oleh Departemen Agama, baru-baru ini. Dan beberapa indikasi lain jauh-jauh sebelumnya.

Yang kedua adalah versi ‘NKK/BKK’ lain, yaitu ‘Normalisasi Kehidupan Kemahasiswaan/Badan Koordinasi Komunikasi’. Ini semakin menguat dengan wacana mendaftar nomer HP mahasiswa dan akun-akun media sosial mahasiswa. Suatu kebijakan yang ‘kebablasan’? Jelas! Tetap akan diberlakukan? Sangat mungkin!

Harold J. Laski dalam The State in Theory and Practice (1935) -sekitar 83 tahun lalu, mengingatkan tentang sebuah dilema yang dihadapi oleh demokrasi. Dilema ketika demokrasi harus berhadapan dengan motif profit-making. Laski mengatakan:

The profit-making motive demanded lower wages, inferior general conditions of industry, a diminution of the charges imposed upon capital by taxation, a consequent contraction of the social services. But democracy has led the masses to expect the reserve all this.”[1] Selanjutnya Laski mengingatkan: Fascism came to rescue capitalism from this dilemma.[2]

The State in Theory and Practice-nya Harold J. Laski ini terbit pertamakali tahun 1935, atau sekitar 13 tahun setelah Benito Musolini memegang kekusaan di Italia. Atau 2 tahun setelah Hitler dengan Nazi-nya memegang kekuasaan di Jerman. Fasisme sebagai ‘penyelamat’ untuk menyelamatkan kapitalisme dalam dilemanya dengan demokrasi, jelas adalah sebuah jalan gampang saja. Banyak negara bisa mengelola dilema tersebut tanpa harus jatuh dalam fasisme. Tetapi justru karena merupakan ‘jalan-gampang’, bukankah dia bisa jadi begitu menggoda? *** (08-6-2018)

 

[1] Harold J. Laski, The State in Theory and Practice, Geroge Allen and Unwin Ltd, cet-5, 1951,  hlm. 131

[2] Ibid

"NKK/BKK" Jilid 3 

gallery/musolini