www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

26-6-2018

“Ketahanan nasional sangat dipengaruhi oleh keterbukaan terhadap kritik,” demikian pernah terlontar dari salah satu jenderal (purnawirawan) TNI dalam satu kesempatan di Sulawesi Selatan, kurang lebih 12 tahun sesudah reformasi. Lontaran tersebut tiba-tiba saja muncul lagi dalam ingatan ketika membaca pernyataan Prof. Salim Said: “Tanda kejatuhan rezim Jokowi sudah terlihat.”[1] Prof. Salim menunjuk ‘tanda-tanda zaman’ ini pada upaya penguasa membangun tafsir tunggal terhadap Pancasila.

Bahkan dalam mempersiapkan tanaman sehingga didapatkan tanaman yang kuat-pun ada tahapan ‘hardening’. Anak-anak dunia binatang melatih diri untuk menghadapi tantangan ke depan dengan bermain. Manusia-pun dengan bermacam cara mempersiapkan diri sehingga kelak ketika ia dewasa mampu ‘bertarung’. Intinya adalah, tantangan itu harus dihadapi karena siapapun, bahkan mulai dari tanaman dan hewan, tidak bisa lepas dari tantangan. Kritik adalah salah satu tantangan yang khas manusia. Ketertutupan akan kritik, seperti sudah disebut di atas, justru akan memperlemah diri, karena menghindari dalam ‘melatih-diri’ menghadapi tantangan.

Ketika banyak pejabat menjawab berbagai pertanyaan terkait dengan kebutuhan dasar warga negara dan kemudian dijawab dengan seenaknya, maka sebenarnya ada dua hal terjadi sekaligus. Pertama, dia sedang melakukan ‘perang psikologis’ dengan rakyat yang semestinya ia layani.[2] Kedua, sadar atau tidak sadar ia sebenarnya juga sedang memperlemah ketahanan nasional, seperti peringatan di awal tulisan ini. Bagi yang ngajarin mereka-mereka para pejabat untuk suka omong semau-gue itu[3], yang kedua itu sangat mungkin sebagai ‘hidden agenda’.

Dari dunia binatang, kita bisa belajar banyak bagaimana daya tahan, daya survival ini dikembangkan sesuai dengan potensi utama masing-masing. Bagi predator tentu akan berbeda dalam melatih daya survival-nya jika dibanding yang ada di rantai makanan bawah. Potensi yang terbawa dalam garis genetikanya berbeda. Maka jika kita bicara komunitas, sangatlah penting sekali mengenal potensi diri, potensi masing-masing. Dan dengan potensi yang ada dalam diri, pengembangan daya tahan kiranya bisa lebih dimaksimalkan. Jerman, misalnya, dengan menerima kenyataan bahwa hanya 30% dari komunitas yang akan mampu menapak jalan jenjang universitas, maka dikembangkanlah dengan keseriusan yang maksimal, jalur vokasi. Sama-sama bisa sukses, dengan masuk menapak jalan sesuai potensi maka daya tahan bisa lebih tergembleng. Jalan pintas menjadi hal yang semakin lama semakin tersingkir dengan sendirinya. Jangan pernah meremehkan potensi ini, terutama pada anggota-anggota muda komunitas. Shangshangce[4] dalam tradisi konfusius-pun tak lepas dari titik awal potensi ini. Dengan potensi yang ada maka raihlah yang terbaik dari terbaik dalam ranah di mana potensi itu menjanjikan.

Paul Stoltz dua-puluh tahun silam memperkenalkan istilah adversity quotient (AQ). Kita sebelumnya mengenal IQ (Intellegence Quotient), EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient). Adversity quotient merupakan kecerdasan seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mampu untuk bertahan hidup. Tidak mudah menyerah dalam menghadapi kesulitan dan tantangan hidup. Dari sejarah panjang perjalanan bangsa, kita sebenarnya adalah ulet, liat dan tahan terhadap berbagai beban. Yang sungguh diperlukan adalah bagaimana keuletan, keliatan dan ketahanan ini diseiringkan dengan potensi yang ada, demi memaksimalkan berhasilnya hidup bersama. Yang kedua adalah aspek minoritas kreatif[5] dalam term Arnold J. Toynbee, khususnya yang ada di lingkar kekuasaan. Peringatan Abraham Lincoln sangat bisa sebagai cermin:

“Nearly all men can stand adversity, but if you want to test a man’s character, give him power*** (26-6-2018)

 

[1] https://suaranasional.com/2018/06/25/prof-salim-said-tanda-kejatuhan-rezim-jokowi-sudah-terlihat

[2] Lihat: https://www.pergerakankebangsaan.com/039-Negara-Pasar-Masyarakat-Sipil/

[3] Lihat juga: https://www.pergerakankebangsaan.com/071-Kemiripan-Itu-Kebetulan/

[4] Lihat, https://www.pergerakankebangsaan.com/018-Shangshangce/

[5] Lihat, https://www.pergerakankebangsaan.com/065-Minoritas-Kreatif/

Daya Tahan

gallery/adversity