www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

30-11-2022

Dari asal katanya, republik pada dirinya sebenarnya adalah wahana pembelajaran bersama. Res-publika itu semestinya sebuah spiral menuju ke atas dalam berkembangnya nalar publik, peradaban publik. Semestinya. Tetapi tetap saja ada yang ingin res-publika ini tidak meniti ‘jalur spiral ke atas’ tersebut. Demi langgengnya kuasa misalnya, bahkan ada yang begitu tega mendorong res-publika ke nalar ala-kadarnya saja. Memang tidak ada larangan untuk mengubah rasa-merasa res-publika menjadi ‘kelas kambing’ dan terus tidak beranjak dari situ. Tidak ada larangan. Bebas. Dan bebas pula bagi yang lain membangun gerakan kontra terhadap bermacam upaya pembodohan massal ini. Tidak ada larangan juga.

Pada suatu saat, ada yang sedang meyakinkan bahwa sosok otoriter itu adalah urusan wajah. Wajah begini tidak mungkin otoriter, demikian kira-kira pesannya. Jelas itu pembodohan, tetapi jelas juga tidak bisa dilarang menebar laku pembodohan itu. Tetapi wajib juga untuk dilakukan counter terhadap hal seperti ini, melalui bermacam caranya. Juga misalnya soal pilih-pilih pemimpin yang dikait-kaitkan dengan soal fisik. Apalagi itu dikatakan oleh seorang pemegang kuasa tinggi, seseorang dengan ‘modal sosial’ yang tinggi. Maka tidak salah-salah amat jika nuansa pembodohan-pun dirasakan oleh banyak kalangan. Maka pula counter terhadap pembodohan itupun perlu dilakukan, bahkan wajib dilakukan supaya hidup bersama tidak berkembang dalam satu jurusan saja, menjadi bodoh massal. Memang tidak mudah melawan upaya pembodohan massal ini, sebab bagaimanapun juga sering yang ditawarkan adalah ‘jalan-gampang’, dan siapa yang tidak tertarik dengan ‘jalan gampang’? Ketika ‘jalan gampang’ itu terus menerus diulang dan diulang, maka bisa-bisa akan terhayati seperti menghayati sebuah mitos saja. Menghayati sesuatu layaknya sebuah mitos itu jelas akan meminggirkan ‘jalan-sulit’ terutama melalui keberpikiran. Maka segala sihir ‘jalan-gampang’ ini harus segera saja di-counter, supaya tidak menjadi ‘kebenaran’ karena pengulangan yang terus-menerus. Kadang-kadang humor bisa perlahan ikut berperan dalam mengikis ‘pe-mitos-an’ sesuatu, atau juga bisa dengan counter berdasar fakta-data. Berdasar jejak digital yang berserakan itu. Atau juga sindiran, satire, bahkan melalui lagu, gambar, atau karya seni lainnya. Atau melalui jalan lain yang intinya selain berusaha melawan ‘mitosisasi’ sesuatu itu, juga sekaligus kalau bisa mengajukan alternatif lain. Hal-hal bodoh itu jangan sampai melenggang sendirian. Jangan sampai menari sendiri seakan republik ini milik-miliknya sendiri saja. Yang kemudian diperlakukan semau-maunya, termasuk ‘ajakan’ untuk menjadi bodoh massal itu.

Intinya adalah, terhadap segala pembodohan itu, hanya satu kata : lawan! Jangan sungkan-sungkan lagi. Toh mereka-mereka yang demen membodohi khalayak itu juga sudah tanpa sungkan-sungkan lagi. Sama sekali tanpa beban. Tak peduli lagi apa yang sedang dipertaruhkan. Maka, siapapun yang melakukan pembodohan, sekali lagi : lawan! *** (30-11-2022)

Berkelit Dari Terkaman Pembodohan