www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

05-8-2018

Perang Modern adalah sebuah penamaan, sebuah istilah, yang dalam beberapa kesempatan oleh Jendral (Purn.) Ryamizard Ryacudu dibeberkan sebagai tahapan: infiltrasi, eksploitasi, politik adu domba, cuci otak dan pencapaian sasaran/penguasaan. Perang Modern dalam term Jendral Ryamizard ini mungkin tidak jauh dari apa yang sering disebut dengan perang proksi, terutama tahap infiltrasi-nya. Hanya saja dalam tahap infiltrasi Perang Modern ini, layaknya ‘perang konvensional’ juga melibatkan infiltrasi pihak intelejen. Juga pasukan-pasukan kecil yang menyusup perlahan. Jadi tidak hanya penempatan pihak ketiga dalam posisi-posisi kunci.

Tahap eksploitasi adalah eksploitasi, katakanlah eksploitasi dalam ranah ketiga hasrat manusia dalam tripartit jiwa-nya Platon, dengan sedikit modifikasi. Eksploitasi di ranah per-uang-an misalnya, eksploitasi utang. Sudah banyak ulasan tentang debt trap, atau juga contoh negara-negara yang menjadi begitu kesulitan karena utang menumpuk dan akhirnya terpaksa menjual sebagian atau sebagian besar kedaulatannya. Eksploitasi uang di ranah politik bisa berarti sebagai menggeser perilaku berpolitik semata karena keserakahan dalam hal per-uang-an ini. Contoh bagaimana relawan termasuk juga akhir-akhir ini staf khusus presiden, secara vulgar dan sengaja terekspos, menjadi komisaris BUMN.

Eksploitasi di ranah hasrat yang bersumber di dada, kebanggaan misalnya, kebanggaan atas ‘berbeda-beda tetapi tetap satu’ yang dieksploitasi sedemikian rupa menjadi ‘berbeda-beda tetapi tetap siap berkelahi’ yang sekaligus sebagai bagian tidak terpisahkan dari tahap berikutnya, politik adu domba. Dan yang lebih mengkhawatirkan, keberbedaan akan keyakinan yang selama ini relatif terjaga dan semakin menuju ke-kedewasaan, di-eksploitasi yang terarahkan kepada, sekali lagi, politik adu domba. Jika kita kembali pada sebelum pilkada DKI beberapa waktu lalu, lihat bagaimana ujar dari pejabatnya.

Cuci otak adalah ketika ekskalasi politik adu domba mencapai momentumnya. Cuci otak akan efektif ketika euforia atau kontra-nya sedang merangkak mendekati ujung ekstremnya. Kontra euforia karena ekskalasi politik adu domba ini bisa digambarkan dengan istilah Naomi Klein, Shock Doctrine, yang mana Naomi Klein mengembangkannya dari cara-cara paling ekstrem dalam interogasi di dunia intelejen. Ketika shock begitu mengguncang, kesadaran banyak orang bagaikan kanvas putih, dan bagi yang siap dengan cerita baru, ditulislah cerita-cerita baru di atas kanvas putih itu.

Maka, ketika ada pejabat -siapa-pun pejabat itu, yang ‘tega-tega’-nya terhadap NKRI menyerukan kepada pendukungnya untuk siap berkelahi melawan yang lain –sesama warga NKRI, kita patut khawatir jika itu adalah suara seorang infiltrat –bukan suara seorang pejabat lagi atau siapa-pun pejabat itu. Perang proksi itu telah maju selangkah ke politik adu domba dalam term Perang Modern-nya Jendral Ryamizard, dan bisa terjadi secara lebih masif. Hati-hati. *** (05-8-2018)

Perang Modern

gallery/machiavelli2

Niccolo Machiavelli