www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

28-11-2018

Kita berbahasa karena berpikir, demikian dari sudut pandang Fenomenologi. Tentu kemampuan atau kapasitas dalam berbahasa akan meluaskan denyut berpikir, tetapi itu tetaplah tidak serta merta ‘membalik keadaan’. Bahkan bagi Heidegger-pun masih memerlukan membaca puisi-puisi Hӧderlin untuk mencari khazanah bahasa ketika denyut berpikir sudah sedemikian mendesaknya. Atau Eep yang mengusulkan kata ‘merendra’, atau munculnya kata ‘inmessionante’ [i] di Spanyol, bahkan keluar-edar di media sosial istilah ‘pembohong berdarah dingin’.

Sebut saja kita ke showroom mobil bekas, dan satu mobil membetot perhatian kita. Dari banyak mobil, satu mobil itu seakan memberikan dirinya pada kita dan ‘memaksa’ perhatian tertuju padanya. Kita masih melihat secara ‘pasif’ dalam melihat dari berbagai sisinya, mulus dan ‘bersinar’-nya mobil itu. Kita berjalan ke belakang mobil untuk melihat yang tidak nampak ketika kita berdiri di depannya. Tetapi tetaplah dalam ‘modus pasif’. Tiba-tiba saja pada sisi kanan nampak seperti ada bekas dempulan dan warna yang kurang sesuai dibanding sekitarnya. Daerah yang seakan cacat itu tiba-tiba saja seperti dimajukan ke depan dan mendapatkan perhatian lebih. Perhatian ‘pasif’ kita akan keseluruhan mobil tiba-tiba saja seakan di-interupsi, dan kita kembali lagi melihat mobil itu secara keseluruhan tetapi dengan bersamaan kita menghayati pula daerah yang ‘cacat’ itu sebagai bagian dari keseluruhan mobil. Pada titik ini kita bisa membuat kesimpulan: mobil ini rusak. Pada titik inilah kita bisa dikatakan masuk dalam kategori berpikir.

Atau cobalah kita dalami teknik program pemberantasan buta huruf dari Paulo Freire, maka akan segera nampak bagaimana ayunan suku-suku kata, kata-kata, dan akhirnya kalimat-kalimat yang bisa digambarkan dalam ayunan the wholes dan the parts. Tidak hanya mampu membaca sebagai dampak nyata, tetapi dengan berkembangnya penghayatan akan the wholes dan the parts itu akhirnya juga mendorong kemampuan berpikir kritisnya. Kesadaran bahwa kemiskinan itu merupakan bagian tak terpisah dari struktur-struktur yang tidak adil sebagai keseluruhan, misalnya.

Pada awal tulisan ini disebut bahwa kita berbahasa karena berpikir. Ketika kita mendapati ada sesuatu yang cacat di mobil seperti contoh di atas, dan keserentakan penghayatannya terhadap keseluruhan mobil, bagaimana jika tidak ada kata-kata ‘rusak’ dalam khazanah bahasa kita? Atau kita tidak pernah mengalami, langsung atau tidak langsung mobil yang rusak karena pernah tabrakan, misalnya? Atau tidak pernah melihat bentuk-cat body mobil yang sudah pernah di-dempul dan dicat ulang? Tentu kita bisa salah, misal bagian yang kita kira cacat itu ternyata tidaklah seperti kelihatannya. Maka tidak ada salahnya juga kita mendengar pendapat orang, selain mendekat dan mengetok-ketok misalnya.

Akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, Robert Levy melakukan penelitian di Tahiti terkait dengan tingginya tingkat bunuh diri. Ditemukan Levy bahwa ketika orang Tahiti saat itu mengalami kehilangan yang begitu bermakna, mereka hanya bisa mendiskripsikan sebagai perasaan asing, mengganggu dan aneh yang menyakitkan. Demikian juga misalnya saat kecacatan mobil menyedot perhatian kita, dan pada saat bersamaan kita menghayati keseluruhan mobil ‘secara baru’ (karena sekarang menjadi tidak terpisahkan dari bagian yang cacat itu), kita menjadi ‘gelisah’, dan kemudian berpikir untuk sampai pada kesimpulan: mobil ini rusak. Bagaimana jika kata ‘rusak’ atau ‘tabrakan’ misalnya, tidak ada dalam khazanah bahasa kita? Mungkin kita hanya akan merasakan dan mendeskripsikan sebagai mobil ini aneh, nggak bener. Bagi Heidegger, untung ada puisi-puisi Hoderlin yang membantunya ketika berbagai obyek kategorial menampakkan diri dan membetot perhatiannya, dan sampai pada proses berpikir.

Rocky Gerung dengan ‘celotehan’ cerdasnya bisa kita anggap juga sebagai puisi-puisi Hoderlin bagi Heidegger. Ketika kita sampai pada intensi kategorial, dan masuk pada proses berpikir, dia membantu kita tidak jatuh dalam kondisi hipokognisi. *** (28-11-2018)

 

[i] https://www.pergerakankebangsaan.com/080-Inmessionante/

No Rocky, No Party

 

gallery/rocky