www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

23-05-2019

Menurut Karl Popper, klaim bahwa angsa itu adalah putih akan gugur jika ditemukan satu saja angsa berwarna hitam. Tidak hanya dalam ranah science ungkapan Popper ini begitu mengundang perdebatan, tetapi sebenarnya juga di ranah politik. Atau dengan kata-kata lain, hadirkan seekor atau beberapa ekor angsa hitam dan kubur semua angsa putih!

Empire adalah sebuah konsep dominasi di tingkat global yang dikonstruksikan oleh Antonio Negri dan Michael Hardt. Dalam review buku Negri dan Hardt (Empire, 2000), Gopal Balakrishnan menuliskan: “For just because Empire is media-steered system of political publicity, it is permanently vulnerable to the impact of destabilizing, marginal events that slip out of control of those who manufacture consent.”[1]

Sediakan seekor atau beberapa ekor angsa hitam, dan media yang ada di tangan Empire tersebut siap mengubur beratus – beribu – bahkan berjuta angsa putih. Berikan satu-dua prototipe, dan the power of media akan mengolahnya dengan sedahsyat-dahsyatnya.

Tetapi sedahsyat-dahsyatnya media dalam memback-up Empire, tetaplah ia dihadapkan pada yang disebut Gopal sebagai ‘permanently vulnerable’ yang dapat berimbas pada kestabilannya gerak Empire. Terlebih dengan berkembangnya internet beserta bermacam ‘turunan’nya. Maka tetaplah dalam dinamika Empire, kekuatan coercion itu ada di puncak piramida. Yang menyimpan bom nuklir itulah yang ada di puncak piramida dinamika Empire. Kontrol adalah salah satu kata kunci Empire, jika tidak mau atau tidak mempan dikontrol melalui media, ya bisa-bisa nantinya dipaksa dengan kekerasan. Tidak jauh dengan era Perang Dingin sebenarnya, yang membedakan adalah Empire itu dikonsepkan oleh Negri dan Hardt sebagai yang dinamis dan bukan merupakan satu entitas tunggal dalam bentuk satu negara, misalnya. Tetapi meski begitu, jika digambarkan sebagai sebuah piramida yang dinamis, tetap saja ada yang duduk di puncak piramida, dan hanya ‘the one’ yang memegang kekuatan coercion terkuat duduk di puncak.

Obyek dari dinamika Empire adalah world order, kontrol dunia, maka dinamikanya jelas supra-nasional, dan terdiri dari bermacam ‘stake-holders’. Dari kacamata Rene Girard, proses ‘tiru-meniru’ itu bisa berujung pada ‘konflik-internal’ dimana ‘model’ akan menjadi ‘saingan’ dari ‘subyek’. Untuk menghindari itu maka dibawalah kambing-hitam sebagai korban yang akan ‘mengurangi tensi’.  Yang dulu hadir sebagai ‘angsa hitam’ itu perlahan bisa berfungsi sebagai ‘kambing hitam’. Kambing hitam yang bisa-bisa saja seolah menjadi ‘kata baru’ dalam ‘newspeak’ bahasa orwellian mereka. Maka tak heran pula jika kemudian ada satu tokoh yang kemudian menjual murah soal kebhinekaan dengan omongan yang vulgar rasis. Dan tokoh lainnya dengan bahasa sekitar-sekitar itu. Hanya untuk menjadi jongos-nya salah satu yang duduk di piramida Empire itu. Bangsat! *** (23-05-2019)

 

[1] New Left Review, Sep-Oct 2000, hlm. 147

Dari Angsa Hitam Ke Kambing Hitam

gallery/black_swans
gallery/black goat