www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

15-07-2019

‘Stunting’ adalah masalah genetik. Jika kedua orangtua cenderung pendek maka anak-anak mereka juga akan mempunyai kecenderungan kuat pendek. Stunting adalah masalah asupan gizi, bahkan sejak masa kehamilan ibu. Juga masalah adanya infeksi kronis yang berulang dan kurangnya stimulasi. Bagaimana dengan soal ‘stunting sosial’?

Cara pandang masyarakat soal stunting, terlebih terhadap bagi yang dikategorikan ‘menderita’ stunting, kiranya perlu diperhatikan juga. Jangan sampai cara pandang itu menjadi kontra-produktif yang lebih berdasar pada ‘stigmatisasi’. Tetapi bukan ini yang menjadi tekanan tulisan ini terkait dengan ‘stunting sosial’.

‘Stunting sosial’ adalah terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan potensi anak justru karena ‘rekayasa sosial’ yang ‘keliru’. Setiap anak lahir dengan keunikannya sendiri, dengan bakat-potensinya sendiri-sendiri, dengan kemampuan lebih dan kurang-nya sendiri-sendiri. Tetapi ada yang sama yang mereka butuhkan selain bermacam asupan gizi dan stimulasi, yaitu ruang dan waktu. Ruang dan waktu yang sering ‘dibajak secara membabi-buta’ oleh orang tua, lingkungan sekitar, dan bahkan oleh si-pembuat kebijakan.

Dengan adanya Puskesmas, jaringan Posyandu, ibu-ibu PKK, media baik mainstream maupun media sosial, masalah ke’genetik’an dan asupan gizi, penangan infeksi berulang, serta stimulasi pada anak sejak masih dalam kandungan sampai dengan anak usia 2 tahun dengan kesungguhan yang tidak hanya berhenti dalam pidato, sangat bisa dilakukan melalui bermacam program produktif. Apalagi bermacam “infrastruktur’ sudah ada bahkan jauh sebelum reformasi. ‘Propaganda’ yang masif dan benar akan bisa membantu suksesnya program. Bagaimana soal KB dua anak cukup misalnya, memberikan pelajaran bagaimana efektifnya sebuah propaganda bekerja sama dengan ‘infrastruktur’ yang ada.

Yang tidak mudah adalah melawan ‘stunting sosial’. PAUD misalnya, jika tidak hati-hati justru juga akan berkontribusi pada ‘stunting sosial’ ini. Keinginan si-dewasa untuk mem-booster anak justru akan merampas ‘ruang dan waktu’ anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya. Termasuk juga di sini tingkat TK dan SD. Maka masalah ‘stunting sosial’ ini adalah juga masalah pendidikan PAUD, TK, dan terutama yang masuk dalam program wajib belajar, SD. Selain juga tentu di dalam keluarga dan masyarakat atau lingkungan sekitar.

Sifat mentalitas yang meremehkan mutu, suka menerabas, tak percaya kepada diri sendiri, tidak berdisiplin murni, dan suka mengabaikan tanggung jawab yang kokoh, disebut Koentjaraningrat sebagai sifat yang tidak mendukung pembangunan, hampir 45 tahun lalu![1] Masih banyakkah sifat-sifat itu di sekitar kita? Atau lihat apa yang ditulis Koentjaraningrat berikut: “Suatu penelitian mengenai sejarah kesusasteraan Inggeris telah membuktikan bahwa perkembangan ekonomi Inggeris dalam pertengahan abad ke-18 itu diawali suatu periode selama beberapa dasawarsa di mana kesusasteraan, bacaan rakyat, dan cerita-cerita rakyat Inggeris itu diisi oleh tema-tema yang berorientasi terhadap achievement yang tinggi,”[2] Bagaimana dengan dongeng-dongeng kita? Kancil nyolong timun? Atau lihat penelitian ringkas Taufik Ismail (2009) tentang apresiasi karya sastra di siswa SMA di Indonesia yang begitu minimnya.[3]

Bukan berarti tidak ada yang paham bagaimana melalui pendidikan dan terutama pendidikan dasar dapat (diharapkan) dihasilkan generasi yang tidak seperti digambarkan oleh Koentjaraningrat di atas dalam waktu yang panjang. Banyak, dan bermacam usaha sudah dilakukan secara sporadis. Masalahnya adalah: keputusan politik. Keputusan politik yang sungguh berani melawan kepentingan jangka panjang kaum oligark-pemburu rente yang dominan dalam pakta dominasi republik. Juga melawan para tuan-tuan dari luar itu, yang seakan selalu kekeh dengan upaya ‘hidup boleh, kuat kagak’ itu. Yang plonga-plongo jelas juga tidak bisa diharapkan. Maka, melawan ‘stunting sosial’ ini, janganlah berharap banyak pada rejim ona-anu-sok-nasionalis ini. *** (15-07-2019)

 

[1] Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia, 1985, cet-12, hlm. 45

[2] Ibid, hlm. 77

[3] https://www.scribd.com/doc/16286178/Makalah-Sastra-Taufik-suharianto

Stunting, Stunting, Stunting

gallery/pinokio2