www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

07-09-201

Fergie time’ adalah soal adrenalin. Adalah juga soal dignity, martabat. Soal hasrat vs hasrat. Soal skill yang mumpuni dan otak yang lincah-tanggap-cepat membaca situasi. Dan yang dibutuhkan adalah seorang Alex Ferguson, manajer tersukses MU. Sosok yang tidak hanya lihai meracik strategi-taktik, tetapi juga mampu membangun saling-percaya, saling-hormat antara pemain dan pelatihnya. Sosok yang tidak demen menyalahkan pemain dan wasit, dan siap mengambil alih tanggung jawab. Jadi ‘fergie time’ yang hanya hitungan menit itu, bahkan detik, punya sejarah atau jalan yang tidak singkat.

Beberapa hari lalu setelah proses persiapan yang panjang, sekitar 8 tahun persiapan, Jokowi meresmikan sekaligus launching mobil Esemka yang pertama. Jokowi mengungkapkan, untuk produk karya anak bangsa, harga mobil keluaran PT Esemka sangat kompetitif.[i] Jika kita merunut kehebohan mobil Esemka bertahun lalu itu, maka tidaklah terlalu salah kalau ini dilihat juga lekat dengan masalah dignity, martabat sebagai satu bangsa. Waktu itu siapa yang tidak akan bangga sebagai seorang warga negara republik yang akhirnya mampu membuat mobil sendiri, tidak kalah dengan negara-negara lain. Maka ketika sekitar 8 tahun kemudian launching produk pertama, dignity yang rasanya sudah morat-marit ini terasa terobati. Seperti ‘fergie time’, kemenangan langsung seakan ada di depan mata.

Maka ketika tiba-tiba saja muncul mobil keluaran China yang sangat mirip dengan mobil Esemka itu satu-dua hari kemudian, atau bahkan mobil China yang diproduksi juga di Phillipina itu persis sama, maka tentu ini sangat mencederai kebanggaan kita atas hasil karya anak bangsa itu. Jokowi sebagai presiden sebaiknya mengambil langkah-langkah tertentu demi terlindunginya karya anak bangsa. Kalau perlu digugat itu para plagiator yang ada di pabrikan China itu. Kita tunjukkan bagaimana martabat, dignity kita tidak boleh dipermainkan seenak-enaknya. Jangan sampai keringat dan darah yang melekat dalam segala olah otak dan kreatifitas dalam design mesin, body, interior, uji-coba, studi metalurginya, dan banyak lagi itu seenak-enaknya saja orang lain menjiplaknya tanpa rasa malu sedikitpun. Tanpa rasa sungkan sedikitpun. Apakah orang-orang di pabrikan China itu tidak punya harga diri lagi? Tidak punya martabat lagi? Tidak punya etika lagi? Jangan takut untuk menggugat pabrikan China itu sebab percayalah, almarhum Deng Xiao Ping-pun akan mengutuk laku plagiat tidak tahu etika itu. Bagi Deng, meski menjadi kaya itu adalah terhormat bukanlah terus berarti tanpa etika. Main terabas saja, enak-enakan membajak karya orang lain dan menjadi tukang klaim yang tidak tahu malu. Nation building bagi Deng jelas menjadi tukang klaim tidak terbayangkan lagi. Percayalah, di mata Deng Xiao Ping tukang klaim itu adalah: nista.

Judul tulisan How to Restore Our National Dignity[ii] adalah meminjam dari tulisan Susan Wright, dan kita sangat berharap gugatan pemerintah terhadap laku tidak terpuji dari pabrikan China itu bisa membantu to restore our national dignity yang kita tahu dan rasakan bersama selama 5 tahun terakhir ini rasanya sudah compang-camping. Terkoyak disana-sini. Sudah terinjak-injak seperti sebuah bangsa terbelakang saja yang mana misalnya, tidak mampu membuat sistem IT BPJS Kesehatan sehingga seorang Menko Maritim harus bersusah-payah mempertemukan dengan asuransi dari negeri China.

Jika tidak bisa melindungi karya anak bangsa dari penjiplak-penjiplak tak tahu diri itu, penjiplak-penjiplak yang tidak tahu etika itu, janganlah bermimpi untuk mengajak melompat sana melompat sini. Sebab jika tidak pernah clear soal jiplak-menjiplak ini, dan tidak pernah mampu membela martabat anak-bangsa yang sudah susah payah berkarya itu, maka jika anda mengajak anak bangsa untuk melompat di bawah pimpinan anda, respon kasak-kusuknya mungkin adalah: melompat gundul-mu ...! *** (07-09-2019)

 

[i] https://nasional.republika.co.id/

berita/pxfrq68542871520000/

launching-esemka-ini-kata-presiden-jokowi

[ii] https://thebulwark.com/how-to-restore-our-national-dignity/

How to Restore Our National Dignity

gallery/pinokio