www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

31-12-2019

Human are tribal .... But the tribal instinct is not just an instinct to belong. It is also an instinct to exclude,” demikian Amy Chua dalam Political Tribes (2019). Jika ungkapan Amy Chua ini dilihat dari kacamata teori hasrat segitiga-nya Rene Girard, yang di-exclude itu bisa dikatakan sebagai ‘kambing hitam’. ‘Kambing hitam’ yang ‘ikut merawat’ hidup bersamanya tidak menjadi èkèr-èkèran, tidak menjadi ricuh sendiri.

Kepulauan Galapagos ada di sekitar 1000 km lepas pantai barat Amerika Selatan. Dan bisa dikatakan terisolir berabad-abad lamanya. Binatang-binatang di kepulauan itulah yang menarik perhatian Darwin, hampir 300 tahun lalu. Darwin menemukan bermacam burung yang nampak sebenarnya masih satu keluarga, tetapi dengan paruh-paruh berbeda. Dan nampaknya itu berkaitan dengan makanan utamanya. Artinya, ada adaptasi. Dan kemudian itu diturunkan. Itulah salah satu mekanisme bertahan dari bermacam burung-burung itu. Untungnya, tidak ada predator bagi burung-burung kecil itu di Galapagos tersebut. Jika ada? Mungkin kita harus menambahkan juga soal survival of the fittest yang tidak hanya menyangkut soal adaptasi.

Margaret Thatcher meniti karir politik di Partai Konservatif dengan melihat bagaimana ‘generasi bunga’ tumbuh semakin merebak. Merebak sebagai salah satu akibat dari kemakmuran pasca ‘the golden age of capitalism’ dalam kerangka welfare state. Dan juga bermacam perang atau ketegangan yang memuncak di tengah Perang Dingin. Tetapi sekaligus juga diusik dengan stagnannya pertumbuhan kekayaan dari ‘golongan atas’. Meski dipandu oleh Hayek dan tokoh-tokoh neoliberalisme lainnya, Thatcher tetap memandang penting ‘faktor non-ekonomi’. Dikatakan dalam satu wawancara di awal tahun keduanya sebagai PM Inggris, ‘economic are the method, the object is to change the soul’. Dan tidak ketinggalan pula Thatcher sering menyelinapkan berbagai hal tantangan dari Jerman, Jepang, dan negara-negara lain yang bisa sebagai ancaman bagi industri Inggris. Artinya, sebuah ‘Galapagos’ dengan satu pemerintahan dan mengajak supaya melihat adanya ancaman dari luar. Predator-predator yang siap menerkam jika tidak cepat-cepat beradaptasi dengan suatu yang baru. “To change the soul’ adalah proses adaptasi dalam dunia yang diprediksi akan semakin terbuka dan kompetitif. Masa ‘generasi bunga’ itu harus bergeser menjadi ‘generasi petarung’.

Pergeseran di atas bukan berarti berjalan dengan mulus. Banyak gejolak, tetapi pada ujungnya bisa dikatakan Thacher berhasil dalam ‘ambisi’-nya. Tentu bukannya tanpa alasan Thatcher disebut sebagai Iron Lady. Tetapi dari film biografinya berjudul Iron Lady itu kita bisa meraba, ada hal lain yang membuat Thatcher berhasil, yaitu soal ‘pengendalian diri’-nya. Terutama dalam hal masalah hasrat ‘perut ke bawah’, dalam hal ini soal hasrat akan kekayaan, uang. Meski paradigma ekonominya, neoliberalisme, oleh David Harvey dikatakan lebih merupakan ‘restorasi kekuasaan kelas kaya’, Thatcher sendiri tidak menampakkan diri sebagai bagian dari orang-orang kaya itu. Inilah sebenarnya salah satu kunci keberhasilan, tetap diri dikendalikan untuk tidak ikut berebut kekayaan sebagaimana kebanyakan warganya melakoni hidup. Kenapa? Ya karena ia pemimpin. Pemimpin dengan keteguhan atas ‘ideologi’-nya dan kemampuan menahan diri. Kalau toh Thatcer dengan ideologi neolibnya itu adalah musuh, ia musuh yang patut dihormati.

Thatcher tidak mencari ‘kambing hitam’ di dalam negeri. Kalau toh ia perlu ‘kambing hitam’, ia akan menujuk bahwa Jerman, Jepang, dan kekuatan industri lain-lah yang patut ‘disembelih’. Hal yang sama bagaimana Korea Selatan pada masanya menempatkan perusahaan-perusahaan Jepang sebagai yang patut ‘disembelih’.

Bagaimana jika ada dalam satu republik tapi kemudian bisa dibayangkan sebagai ‘dua negara’? ‘Satu negara’ yang terdiri dari segelintir pihak saja dan bersepakat erat mengeruk kekayaan republik secara ugal-ugalan? ‘Dua negara’ yang hanya ‘menjadi satu’ sekali dalam lima tahun, satu hari saat coblosan. Yang ketika selesai coblosan, mereka berlomba-lomba meniru ‘sang patron-patron’ dalam merampok republik secara ugal-ugalan. Dan seperti dikatakan oleh Rene Girard, ‘perlombaan’ meniru ini bisa berujung pada rivalitas. Karena yang ditiru begitu dekatnya. Bagaimana supaya rivalitas ini tidak berujung pada saling menghancurkan? Maka perlulah ‘kambing hitam’ itu. Dan ‘kambing hitam’ itu ada di ‘negara satu’nya. Di luar ‘negara mereka’. Untuk itu, merebaklah hal radikal-radikul itu. Sekali dayung dua-tiga-pulau terlewati. Selain sebagai 'kambing-hitam' ada 'proyek'-nya juga. Dan lainnya. Selain itu juga diberikanlah ‘tontonan gratis’, contoh, naik motor, naik sepeda, turun ke got, aksi kaget, aksi heran, aksi marah, membawa es teh di plastik, sepatu kotor, dan banyaaaaak lagi. Huaaasyuuuu! *** (31-12-2019)

Girard Di Republik