www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

29-03-2020

Bagi Covid-19, tiga bulan adalah menghadirkan di dunia ini 662.967 kasus, 30.851 kematian dan 141.953 recovered. Maka kasus aktif per hari ini adalah 490.163 kasus.[1] Virus yang tidak mengenal pembedaan antara negara, masyarakat sipil dan pasar. Tetapi virus yang mengenal siapa yang manusia dan yang bukan. Dan data-data di atas adalah data-data virus dalam ‘korelasi’-nya dengan manusia. Dan tidak hanya manusia yang belajar menghadapi bermacam virus termasuk yang sekarang ini COVID-19 itu, tetapi juga virus-pun ‘belajar’ melalui serangkaian mutasi-adaptasi. Maka apa yang bisa kita ambil dari tiga bulan terakhir ini terkait dengan COVID-19 ini?

Jika negara kita hayati sebagai ‘menegara’ seperti pernah diungkap Driyarkara bertahun lalu, maka dialog-lah yang akan menjadi dasar utama dalam perjalanan menegara itu. Dan sebenarnya dalam dialog itupun salah satu hal penting adalah ‘pembelajaran’. ‘Organisasi’ negara itu-pun kemudian bisa menjadi ‘learning organization’ yang dinamis. Dari pemberitaan bagaimana satu komunitas bisa dikatakan berhasil menghadap serbuan COVID-19 ini, Taiwan bisa kita lihat sebagai yang berhasil dalam ‘learning organization’ itu. Wabah di masa lalu (SARS misalnya) telah memberikan pelajaran berharga dan menjadi sangat berguna ketika wabah baru menyergap.

Dialog dalam menegara itu tidak lepas dari kekuasaan. Dan jika kita lihat lebih dalam lagi, dialog dalam menegara adalah juga upaya ‘mengkandangi’ supaya kekuasaan tidak menjadi liar. Tentu kemudian akan diupayakan bermacam prosedur dalam dialog itu. Suatu ‘kandang’ kongkret bagi kekuasaan sehingga tidak liar. Tetapi bermacam prosedur itu tidaklah menghapus esensi menegara yang pada dasarnya adalah dialog . Maka dialog dalam konteks menegara itu semestinya juga sebuah dialog yang serius, mempunyai dasar nalar yang cukup, dan jelas juga: bertanggung jawab. Dan sayangnya, tiga bulan terakhir ini pembelajaran yang kita lihat dalam menghadapi wabah nampaknya tidak bergeser dari yang sebelum-sebelumnya, dialog yang tidak serius, nalar yang kurang dan tidak bertanggung jawab. Terutama di pihak negara jika kita memakai pembedaan negara, masyarakat sipil dan pasar.

Mengapa ini bisa terjadi? Mengapa ‘learning organization’ itu seakan begitu tertahan? Jika suatu hal bisa kita bagi menjadi yang tidak dalam kendali kita dan yang ada dalam kendali kita, maka ‘learning organization’ itu sepenuhnya ada dalam kendali kita. Kedaulatan menjadi hal mutlak dalam ‘learning oraganization’ ini. Memang belum mencukupi, tetapi menjadi prakondisi yang mutlak harus ada. Penghayatan akan kedaulatan ini akan memberikan ‘booster’ bagi sebuah sense of urgency, dan sekaligus menjaganya. Menjaga terus kewaspadaan. Artinya, hal berdaulat itu ujungnya adalah juga upaya-upaya untuk survive. Upaya-upaya mempertahankan hidup. Upaya-upaya untuk membangun kerjasama dengan komunitas lain dalam paradigma ke-saling-ketergantung-an. Bukan terjerembab dalam ketergantungan total. Bicara kedaulatan bukanlah bicara dalam ranah ultra-nasionalis atau yang sejenisnya. Tetapi bicara soal yang ada dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945; “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Kedaulatan dalam bayang-bayang kemanusiaan dan keadilan.

Kedaulatan tidak hanya terkait dengan ‘pihak luar’ tetapi juga terkait dengan dinamika ‘di dalam’, yaitu di dalam dengan kaitannya pembedaan antara negara, masyarakat sipil, dan pasar. Menegara kemudian juga berarti dialog terjadi antara negara, masyarakat sipil, dan pasar. Menegara juga berarti dialog antar bangsa juga.

Maka sekali lagi esensinya adalah dialog. Dari ‘terselenggarakannya’ dialog ini kita bisa meraba sejauh mana kekuasaan itu menjadi liar atau tidak. Kekuasaan yang cenderung liar akan mempersempit ruang ‘learning organization’ kita. Sekaligus juga mungkretnya kemampuan bertahan hidup kita. Tidak hanya itu, ‘learning organization’ itu adalah juga salah satu bahan bakar penting dalam membangun harapan. Dan harapan adalah salah satu faktor penting dalam bertahan hidup. Pada titik inilah kita melihat ‘tari ubur-ubur’, glècènan dan sejenisnya kita tempatkan. Maka bertebaranlah para pengkhianat itu! Dengan sadar mereka mempermainkan dialog, dengan sadar pula mereka mempersempit ruang bertahan hidup warga republik. Juga: mempermainkan harapan-harapan warga negara. *** (29-03-2020)

[1] https://www.worldometers.info/coronavirus/ - March 29, 2020, 00:47 GMT

Tiga Bulan Pembelajaran