www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

09-11-2020

Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh,” demikian salah satu slogan tentang persatuan yang sering kita dengar. Tetapi benarkah kemudian ‘yang satu’ itu menjadi kuat karena meniadakan adanya perbedaan? Karena meniadakan adanya pertentangan? Di lain pihak kadang kita menemui tagline: merayakan perbedaan. Atau di sisi lain: Bhineka Tunggal Ika! Bersatu dalam hal apa? Berbeda-beda asal ‘organisasinya’ tetapi bersatu dalam rebutan jadi komisaris BUMN? Atau bersatu dalam bagi-bagi rente impor? Atau saling bahu-membahu membangun istana pasir perkibulan itu?

Maka pertentangan dalam hidup bersama sebenarnya wajar-wajar saja, sewajar dengan keinginan untuk membangun persatuan. Masalahnya bukan kemudian menihilkan pertentangan yang bahkan di tingkat sub-atomikpun itu terjadi secara terus menerus. Tetapi adalah bagaimana mengelolanya. Bagaimana pertentangan itu kemudian dikenalkan pada batas-batasnya. Atau kalau kita bicara pemikiran Thomas Hobbes misalnya, intinya adalah potensi pertentangan yang ‘digendong’ oleh hasrat manusia apa adanya itu kemudian dikelola sehingga tidak justru malah menghancurkan hidup bersama.

Hidup bersama manusia tidaklah tunggal sifatnya, tetapi terciptalah bermacam ranah dalam hidup bersama. Dan dalam ranah-ranah itu sebagian besar akan dengan ‘lincahnya’ memerankan berbedanya ‘peran-peran’-nya. Yang itu diinternalisir melalui tradisi, pendidikan, peraturan, pepatah, kebiasaan, atau lainnya. Dan di setiap ranah menyelusup juga bermacam dimensi pertentangan. Bahkan upaya untuk sebuah dominasi. Spektrum pertentangannya bisa sangat luas, dari pertentangan berdarah-darah di ranah perang sampai dengan di ranah olah raga yang justru bisa sangat menghibur. Politik sebenarnya mempunyai dimensi pertentangan yang dekat dengan perang. Hanya saja ia minus darah, semestinya juga minus kekerasan. ‘Haus darah’ itu harusnya tidak muncul dalam ‘haus kekuasaan’ di ranah politik. Maka politik-pun akan selalu dalam bayang-bayang perang. Bisa-bisa tipis perbedaannya. Karenanya politik bisa disesaki oleh gertakan. Bahkan yang merasa lebih siap untuk perang kadang merasa lebih mampu untuk menggertak.

Karena ‘dekat-dekat dengan perang’ inilah mungkin semestinya yang masuk ranah politik itu harus mempersiapkan atau dipersiapkan dengan serius. Karena politik riil itu berurusan dengan yang masih bisa dicapai maka kemampuan menahan diri sekaligus kemampuan dalam bersepakat menjadi penting dalam hidup bersama. Karena ketika hasrat akan kuasa sudah begitu merasuk, lupa diri adalah godaan terbesarnya. Apalagi ketika ranah politik semakin diwarnai oleh ‘politik skandal’, demikian menurut Manuel Castells dikaitkan dengan semakin merebak dan berkembangnnya bermacam fitur revolusi informasi. Disana-sini tentu skandal bisa menjadi alat penekan, tetapi jika kemudian menjadi salah satu alat utama, maka seakan kita sedang melihat ‘sepakbola gajah’. Samasekali tidak ada manfaat bagi hidup bersama, bahkan ‘selera’ hidup bersama-pun akan menjadi menurun habis-habisan. Seakan pula melihat pertarungan tinju yang terus-menerus berusaha menang dengan kecurangan-kecurangan. Kepengecutanlah yang kemudian dominan dipertontonkan.

Sebagian besar khalayak dalam kesehariannya mereka tidak akan terlibat aktif dalam ranah ‘politik praktis’. Pertentangan yang dihayatinyapun dalam bermacam ranah yang dijalani tidaklah ‘sekeras’ pertentangan dalam ranah politik. Ranah politik yang dimungkinkan ada karena ada perbedaan jelas antara kawan dan lawan. Maka jika ada himbauan untuk bersatu lagi setelah sebuah pemilihan digelar, pada dasarnya adalah upaya dalam hidup bersama untuk mengingatkan adanya bermacam ranah. Himbauan untuk bersatu setelah pemilihan adalah himbauan supaya pertentangan di ranah politik itu biarlah dijalankan oleh orang-orang yang memang peduli lebih terhadapnya. Dan ini bukan berarti pula ‘kembali ke laptop’: massa mengambang. Tidak, sama sekali tidak. Masalahnya ketika yang mempunyai peduli lebih di ranah politik itu terlalu banyak kelas medioker dalam segala kemampuannya. Bangsat-lah. *** (09-11-2020)

"Bersatu" Setelah Pemilihan