www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

26-12-2020

Ada problema menarik dilempar Machiavelli dalam Sang Penguasa: “Anda seorang raja atau seorang yang sedang merintis untuk menjadi raja.”[1] Pertanyaan bisa diubah: “Anda seorang pemegang arché, atau seorang yang sedang merebut hēgemonia?”[2] Arché yang penuh godaan karena selalu bersifat hirarkis. Bahkan bisa-bisa merawat ke-hirarkian ini kemudian menjadi tujuan utamanya. Maka godaan terbesar demokrasi memang adalah bergesernya pada sebuah praktek monarki, atau bahkan tirani dan fasisme. Sejarah kelam seorang Hitler adalah contoh telanjang pada awal-awal abad lalu.

Problem utama dari demokrasi bukanlah semata bagaimana suatu hēgemonia diperebutkan, tetapi adalah juga bagaimana arché dijalankan. Bukan sekedar bagaimana merebut kekuasaan, tetapi juga bagaimana kekuasaan itu dijalankan. Karena seperti ditunjukkan oleh Machiavelli, bagi Sang Penguasa dua hal itu bisa sangat berbeda. Terlebih lagi jika kita bicara soal power distance dalam satu komunitas. Sang Penguasa akan mempunyai potensi semau-maunya dalam komunitas dengan power distance yang tinggi karena dalam komunitas tersebut kuasa di atasnya katakanlah akan terhayati sebagai yang serba ‘putih’. Bukan sebagai ‘entitas’ penuh ‘kegelapan’ yang harus selalu dikontrol, atau paling tidak dipertanyakan kebijakan-kebijakannya.

Jika kita mengambil istilah Driyarkara soal ‘menegara’ maka sebenarnya itu menekankan ‘kekuatan pengetahuan’ karena dalam ‘menegara’ pondasi utamanya adalah dialog. Memang tidak mudah ini karena dalam dialog tersebut akan mengandaikan adanya ‘kesetaraan’. Untuk itu adalah penting dalam menapak jalan yang memang ‘tidak mudah’ itu dengan terus menerus meminimalkan bermacam ‘gangguan’. Sudah ‘tidak mudah’ maka janganlah banyak gangguan. Dan ‘gangguan’ itu sangat bisa berasal dari ‘kekuatan uang’ dan ‘kekuatan kekerasan’. Katakanlah, ‘one man one vote’ itu akan terus terganggu oleh ‘one dollar one vote’, dan juga sayangnya oleh ‘one gun one vote’.

Untuk membersihkan ‘kekuatan uang’ dalam demokrasi memang juga tidak mudah sebab bagaimanapun cepatnya demokrasi itu berkembang juga tidak lepas dari masalah kekuatan uang itu juga pada awal-awalnya. Mungkin kata yang tepat bukan membersihkan, tetapi bagaimana mengendalikan. Tetapi soal ‘kekuatan kekerasan’ nampaknya keluarnya dari ranah demokrasi adalah ‘harga mati’. Tidak bisa ditawar, dan bukan lagi masalah bagaimana itu dikendalikan tetapi memang harus keluar arena. Mengapa soal kekerasan ini harus keluar arena? Karena dibalik kekuatan kekerasan ini ada ‘monopoli sah’ dalam penggunaannya, yaitu di tangan negara. Dan juga karena ketika orang ‘dirampas’ harta kekayaannya ia masih punya waktu untuk berkelit, untuk bangun lagi, tetapi ketika ia di-dor dan terkapar tidak bernyawa, selesai.

Maka bedanya antara bagaimana kekuasaan direbut dan bagaimana kekuasaan dijalankan yang kemudian berujung pada ‘pengkhianatan demokrasi’, indikator utamanya adalah apakah dalam menjalankan kekuasaan itu ‘kekuatan kekerasan’ menjadi ujung tombakkah? Yang pegang senjata kemudian ‘masuk arena’-kah? Banyak suara-suara kemudian takut untuk muncul dan ikut dalam ranah dialog? Indikator lain adalah tentu ketika dominannya kekuatan uang itu juga menumpulkan dialog. Terutama ketika dialog terjadi dengan oposisi yang sudah sangat dilemahkan oleh kekuatan uang.

Dari demo-demo BLM di AS sana beberapa waktu lalu, nampak bagaimana kekuatan kekerasan memang bisa ‘masuk arena’, yaitu ketika ada situasi ‘kegentingan’. Itu-pun dengan batas-batas yang sungguh sangat jelas. ‘Kegentingan’ adalah kata kuncinya. Dan bagaimana jika kemudian ‘kegentingan’ itu dibuat seakan ada terus, bahkan rasa-rasanya seakan permanen? Bukankah itu yang terjadi paling tidak selama 32 tahun sebelum reformasi? Bahaya laten, katanya. Akankah itu diulang lagi? Dengan yang laten diganti dengan cerita lainnya? Siapa yang akan sangat diuntungkan dalam situasi permanennya ‘bahaya laten’ itu? *** (26-12-2020)

 

[1] Niccolo Machiavelli, Sang Penguasa, PT Gramedia, 1987, hlm. 66

[2] https://www.pergerakankebangsaan.

com/034-Dari-Hegemonia-ke-Arche/

Pertanyaan Machiavelli