www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

29-12-2020

Dalam sebuah wawancara terkait dengan keberadaan tentara di Papua, Kardinal Ignatius Suharyo mempertanyakan soal semangat, atau sikap dasar penempatan tersebut di tanah Papua. Dari apa yang menjadi sikap dasar seseorang mestinya akan nampak pada bermacam kebijakan atau perilakunya. Dalam hidup berbangsa dan menegara, suatu komunitas mestinya mempunyai suatu sikap dasar yang sungguh dijunjung tinggi. Dan biasanya itu ada dalam dokumen-dokumen awal pendirian. Bagi AS sana misalnya, kebebasan individu kemudian menjadi sikap dasar fundamental dalam menghayati hidup bersama. Bagi republik, ‘kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan’ mestinya akan menjadi salah satu sikap dasar utama dalam menghayati hidup bersama.

Bagaimana sikap dasar ini kemudian mewujud dalam praktek ia akan ‘ber-romantika-dinamika-dialektika’ sesuai dengan tantangan di depan mata. Atau yang potensial berkembang. Praktek dari sikap dasar ini di-‘seberang jembatan emas’ tentu akan lebih beragam. Tetapi sikap dasar pada dasarnya adalah sama. Dan bagaimanapun itu akan selalu relevan. Bukankah kita sering menjumpai pertanyaan yang ditujukan pada kita semua: sudahkah kita merdeka? Atau misalnya jika kita bicara soal debt trap itu, bukankah sebenarnya soal utang-pun kita harus selalu ingat akan sikap dasar itu? Jangan-jangan melalui utang yang ugal-ugalan kita masuk lagi dalam ranah penjajahan (baru).

Di ‘seberang jembatan emas’ sikap dasar ini menjadi penting bukan karena dipidatokan, atau ditulis dalam pigura, tetapi karena terutama ia ada di ranah cek-ricek. Karena sikap dasar ini tidak akan kita temui dimanapun kecuali dalam diri manusia-manusia kongkret. Manusia dengan segala hasratnya. Lihat misalnya dari banyak tukang survei itu, semestinya sebagai ilmuwan ia punya sikap dasar tersendiri. Tetapi hasrat akan uang misalnya, tiba-tiba sikap dasar itu bisa begitu mudah menguapnya. Mengharapkan sikap dasar itu akan terjaga dengan sendirinya di tangan ‘orang-orang baik’ tentu tidak dilarang dan boleh-boleh saja, tetapi perjalanan sejarah menunjukkan bahwa itu sangat jauh dari cukup.

Maka ‘patroli opini’ atau bahkan memenjarakan yang bersuara beda pada dasarnya, bagi republik, justru itu akan menempatkan sikap dasar ‘kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan’ ada di tepi jurang kuburannya. Justru penjajahan kemudian bahkan bisa-bisa ‘dipersilahkan’ untuk menancapkan kukunya lagi. Penjajahan dalam bermacam bentuknya. Bahkan bagi banyak pihak, bukan hanya lagi, tetapi semakin dalam. “Sudahkah kita merdeka?” pertanyaan akan semakin kencang. Di ‘seberang jembatan emas’ penjajahan bukan dilawan hanya dengan tekad ‘melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah’, tetapi juga soal bagaimana kesejahteraan dan kecerdasan dimajukan. Dan juga mengajak komunitas lain untuk ikut memperjuangkan soal kemerdekaan sebagai hak itu tentunya. Inilah sebenarnya praktek dari sikap dasar itu, terutama bagi yang sedang pegang pemerintahan republik.

Bhineka Tunggal Ika tentu juga salah satu sikap dasar yang penting. Tetapi bagaimana-pun juga itu hanya bisa dihayati jika sikap dasar atas kemerdekaan itu ada sebelumnya. Atau mendasari penghayatan akan ke-bhineka-an itu. Bagaimana kita bisa menghayati soal ke-bhineka-an jika endapan ingatan soal kemerdekaan itu begitu tipisnya? Karena kita sudah di-‘seberang jembatan emas’, penghayatan akan kemerdekaan tidak akan lepas, sekali lagi, pada keterlibatan kesejahteraan dan kecerdasan yang dimajukan itu. Penghayatan akan kemerdekaan terutama bagi yang sedang memerintah republik. Tidak hanya sekedar soal bagaimana melindungi ke-bhineka-an. Maka kemudian soal ke-ika-annya itu adalah ‘efek samping’ saja dari sebuah perjalanan panjang dari bermacam upaya-upaya kongkret di atas. Bukan mucul dari dokumen atau pidato, atau penataran-penataran, misalnya. Apalagi dari ‘stigmatisasi’! ‘Stigmatisasi’ yang ujung-ujungnya adalah meminggirkan salah satu upaya cek-ricek. *** (29-12-2020)

Sikap Dasar