www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

02-01-2021

Newspeak bagi George Orwell dalam novel 1984 adalah salah satu bagian imajinasi cerdasnya. Meski hadir dalam appendix, newspeak tetap merupakan bagian dari keseluruhan imajinasi 1984. Jadi newspeak bukanlah untuk lucu-lucu-an belaka, tetapi menjadi bagian tak terpisahkan dari, katakanlah, imajinasi soal will to power. Bagi sementara reviewer, novel 1984 itu bukanlah soal will to power, tetapi lebih sebagai sebuah peringatan. Tidak aneh pula jika itu adalah sebuah peringatan mengingat Orwell sendiri juga merasakan hidup di bawah kediktatoran Spanyol saat itu. Anehnya jika kita meloncat di masa sekarang, beberapa saat setelah Donald Trump di lantik jadi presiden AS di tahun 2017 lalu, novel 1984 yang terbit pertamakali tahun 1949 itu jadi best seller![1]

Kellyanne Conway adalah penasehat senior untuk urusan kampanye Donal Trump. Ia juga katakanlah sebagai surveyor, tukang jajak pendapat. Ketika dalam satu wawancara ditanya Chuck Todd mengapa White House Secretary berbohong tentang jumlah yang hadir saat pelantikan Donal Trump 20 Januari 2017, Kellyanne Conway menjawab: “You’re saying it’s falsehoods ... [And] they’re giving –Sean Spicer, our press secretary – gave alternative facts.[2] Pemakaian istilah ‘alternative facts’ inilah dari sementara pengamat berpendapat bahwa itu kemudian memprovokasi 1984 menjadi best seller saat itu.

Bagi yang menempatkan Machiavelli di samping kiri, dan 1984-nya George Orwell di samping kanannya, maka bukannya tidak mungkin ia seakan sedang terbang mengarungi will to power-nya dengan penuh semangat. Dari 1984 ia menemukan soal ‘doublethink’ yang memungkinkan ‘alternative facts’ yang ia buat semau-maunya melalui bermacam jalannya itu dapat diterima khalayak bersamaan dengan fakta-fakta yang sesungguhnya beredar di kanan-kiri khalayak. Dari Machiavelli ia diyakinkan bahwa memang khalayak itu banyak yang mudah ditipu. Dalam 1984, ia menjadi lebih yakin lagi karena ‘reality exists in the human mind and nowhere else.’ Apalagi 1984 juga seakan mau bilang ‘the past was erased, the erasure was forgotten, the lie became the truth.’ “Berkat pemerintahannya yang sudah lama semua ingatan akan perubahan dan sebab-sebab perubahan tersebut akan dilupakan orang karena suatu perubahan selalu merupakan awal dari perubahan lainnya,”[3] demikian juga ditulis Machiavelli dalam Sang Penguasa. Maka jangan kaget, resuffle atau ‘oplosan baru’ itu di balik ‘drama penegakkan kedaulatan’ adalah juga sebagai tempat cuci ingatan.

Maka novel 1984 itu bisa sungguh menarik jika dengan pelan-pelan sekaligus kita menghayati apa-apa yang terjadi di sekitar. Soal bagaimana ‘struktur masyarakat’ yang diimajinasikan Orwell, misalnya. Atau juga peran polisi. Ada yang mau menambahkan summary-nya? *** (02-01-2021)

 

[1] https://www.nytimes.com/2017/01

/25/books/1984-george-orwell-donald-trump.html

[2] https://ew.com/books/2017/01/25

/1984-no-1-kellyanny-conway-alternative-facts/

[3] Niccolo Machiavelli, Sang Penguasa, hlm. 6

Lama-lama Tidak Lucu