www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

15-01-2021

Proletar adalah serapan dari bahasa asing. Dalam nuansa politik modern, istilah proletar baru mulai sejak tahun 1851. Sebelumnya proletar memang menunjuk pada segmen masyarakat bawah, miskin, dan bahkan melayani negara hanya dengan mempunyai / ‘memproduksi’ anak saja. Judul dimaksud adalah bagaimana nasib ‘kaum bawah’, yang miskin ketika berhadapan dengan hukum. Dalam komunitas dengan pakta dominasi di tangan para pemburu rente, miskin tidak hanya berarti tidak punya harta kekayaan, tetapi sebenarnya adalah juga ‘miskin kuasa’. Karena dalam dominasi para pemburu rente, kuasa bisa menjadi salah satu ‘alat produksi’ utamanya. Tempat dimana mereka akan selalu ‘panen raya’ dari ‘surplus value’-nya.

‘Proletarisasi’ atas warna kulit dikenal dengan nama apartheid. ‘Proletarisasi’ terkait dengan akumulasi modal didengungkan oleh Marx dan sebagian pengikut-pengikutnya. ‘Proletarisasi’ di depan hukum? Adalah ketika hukum oleh pemegang pakta dominasi dihayati sebagai masalah siapa yang berkuasa. Terlebih ketika pakta dominasi itu, seperti sudah disebut di atas, lebih dikuasai oleh para pemburu rente, yang ‘alat produksi’ utamanya adalah: kuasa. Siklusnya: Kuasa-Uang-Kuasa, dst.

Hukum dari sisi tertentu bisalah dihayati sebagai upaya ‘memanusiakan’ hidup bersama. Bahkan binatang-pun dalam tingkatan tertentu mengenal adanya ‘hukum’ di antara mereka. Meski itu lebih dilaksanakan berdasarkan insting saja. Maka ketika hukum lebih terhayati sebagai siapa yang berkuasa, segeralah perlahan semakin nampak ‘sisi animalitas’ manusia. Insting memuaskan will to power semakin nampak telanjang. Karena kemudian lebih mengandalkan insting, keberpikiran kemudian dipinggirkan. Konsistensi, koherensi semakin kabur-remang-remang untuk diperjuangkan. Semakin mudah dicampakkan, bahkan oleh seorang yang sudah bergelar profesor-doktor di bidang hukum sekalipun.

Mungkinkah sudah waktunya kita bertanya pada Mbah Joko P, sudah dekatkah waktu untuk ‘berburu celeng’? *** (15-01-2021)

Kaum Proletar Di Depan Hukum