www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

20-03-2021

Alvin Toffler dalam triloginya (1970-1980-1990) mengurai tiga ‘periode’ revolusi: revolusi pertanian, revolusi industri, dan revolusi informasi. Dalam revolusi pertanian, kekuatan kekerasan akan menjadi dominan, pada revolusi industri: kekuatan uang, sedang dalam revolusi informasi yang dominan adalah kekuatan pengetahuan. Jika kita menyandingkan uraian Toffler ini dengan Alegori Kereta Perang-nya Platon, maka ada kemiripan. Kekuatan pengetahuan ada di sais, kekuatan kekerasan ada di kuda putih, dan kekuatan uang ada di kuda hitam. Hanya saja Platon lebih lengkap, ia menambahkan ada sayap di kanan-kiri kereta yang menggambarkan adanya eros.

Abad-21 menurut Toffler adalah abad dominannya kekuatan pengetahuan. Kekuatan pengetahuan yang akan mengintegrasikan kekuatan kekerasan dan kekuatan uang. Pengetahuan seperti apakah yang kemudian bisa dikatakan berkekuatan dan mampu mengintegrasikan kekuatan kekerasan dan kekuatan uang itu? Dari Alegori Kereta Perang kita bisa melihat, pertama-tama kekuatan pengetahuan itu tidak lepas dari eros, atau katakanlah dalam ini, elan vital: energi hidup. Sebuah passion yang tidak mudah padam, tetapi jelas juga bukan sebuah ‘kegilaan’. Selanjutnya, kita bisa meraba bahwa pengetahuan memang menjadi kekuatan jika menampakkan sebuah konsistensi, koherensi, dan evidence. Dalam kehidupan sehari-hari kita sebenarnya banyak bersinggungan dengan ketiga hal ini. Kita lihat konsistensi ‘makna’ dari lampu hijau, dan hubungannya dengan kuning, merah, serta jika hijau menyala, kita akan jalan dan benar terbukti bahwa saat itu ‘jatah’ kita untuk jalan. Dan banyak lagi contoh dalam keseharian kita.

Sebaliknya, jika konsistensi, koherensi, dan evidence itu jauh dari perilaku maka kita bisa bertanya, apakah memang pengetahuan sudah menjadi ujung tombak dalam mengelola hidup bersama? Belum lagi kita akan berusaha menjawab masalah, bagaimana kekuatan pengetahuan itu akan mampu mengintegrasikan kekuatan kekerasan dan kekuatan uang? Atau, masih adakah sayap di kanan-kiri kereta itu? Ketika mesiu menyalak keras, kita terjajah. Ketika modal partikelir semakin buta, kita lebih dalam terjajah. Maka ketika konsistensi, tidak hanya dipinggiran tetapi bahkan sering untuk ’main-main’ sembari pecingas-pecingis-tanpa-beban, selfa-selfi sana-sini, apalagi koherensi. Bahkan evidence tidak hanya tidak didengar, ‘main-main-sulap-evidence’ seperti sudah menjadi ‘ujung-tombak’ permainan. Akankah kita akan ‘terjajah’ lagi di ‘periode’ ke-tiga revolusi tofflerian ini? *** (20-03-2021)

Dijajah Tiga Periode