www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

Konpers Pertama Biden

31-03-2021

 

Baru dua bulan menjabat presiden, Biden sempat terhenyak ketika ditanya apakah ia akan maju untuk periode kedua di tahun 2024 nanti? Pertanyaan yang muncul saat ia menggelar konperensi pers-nya yang pertama sebagai presiden AS. Akhirnya Biden-pun menjawab tegas, ya akan maju lagi. Apakah dengan Kemala Harris sebagai pasangannya? Ya, jelas, demikian jawab Biden. Sempat terbayang jawaban Biden: ora mikiiir ..., ora mikiiir ..., demikian jika mengacu sebuah peristiwa di satu republik. Lain ladang lain belalang. Tulisan ini memang bukan soal ‘ora mikir’ itu, tetapi lebih berandai-andai dengan berangkat dari pernyataan Biden soal Xi Jinping, pemimpin China saat ini.

 

Biden menilai bahwa dalam ‘tulang-sumsum’-nya, Xi Jinping tidaklah mempunyai bawaan seorang demokrat. Tidak ada konsep demokrasi dalam diri Xi Jinping. Tetapi Biden menilai Xi Jinping adalah seorang yang smart, smart guy. Sedang Putin dikatakan sebagai seorang autocrat. Dan meski Xi Jinping berambisi membawa China sebagai pemimpin dunia, Biden berkeyakinan bahwa itu tidak akan terwujud. Apakah Biden sedang menandaskan lagi pendapat Francis Fukuyama sekitar 30 tahun lalu, yaitu soal ‘the end of history’ itu?

 

Dari beberapa celetukan Biden, sedikit banyak tergambarkan bermacam rejim dibeberkan. Jika kata smart dilekatkan pada Xi Jinping, bisakah kita berandai-andai bahwa Xi Jinping adalah seorang pemimpin yang tidak hanya ‘berani’ dalam memimpin partainya, tetapi juga ‘berani’ memimpin para cerdik-pandai yang banyak bertebaran di daratan China itu? Jika potensi berkembangnya cerdik-pandai itu mengacu pada yang mempunyai potensi untuk menjalani pendidikan universitas, dan itu adalah sekitar 30% populasi, berapa (ratus) juta jika itu ada dalam 1,5 milyar populasi? Tentu pemakaian ‘universitas’ dalam konteks ini hanyalah gambaran kasar saja. Tidak sedikit pula cerdik-pandai mencapai potensi maksimalnya dengan tidak melalui jalur universitas. Dan dari beratus juta itu, bagaimana jika diberi kesempatan berkompetisi, dan yang terbaik kemudian ada di sekitar Xi Jinping? Jika betul seperti itu, maka China sekarang adalah rejim aristokrasi (bisa juga dibaca: teknokrasi), dan ‘kebusukan’ yang terus menggoda rejim aristokrasi adalah oligarki. Dan inikah yang memberikan keyakinan Biden bahwa ambisi China untuk menjadi pemimpin dunia tidak akan mewujud? Karena dalam kacamata Biden, oligarki hanya bisa dijinakkan jika demokrasi mewujud dalam tingkatan tertentunya. Padahal dalam diri Xi Jinping tidak ada itu demokrasi –menurut Biden, bahkan jika dikuliti sampai tulang-belulangnya. Mungkin Biden juga melihat sejarah 32 tahun di satu republik pada bagian akhir abad-20?

 

Jika jatuh pada rejim 'aristokrasi yang membusuk', dan kemudian menjelma menjadi rejim oligarki bisa-bisa akan semau-maunya dalam memilih orang-orang sekitar, misalnya. Menteri pendidikan bisa-bisa dipilih yang bahkan bersinggungan dengan dunia pendidikan-pun tidak pernah. Menteri kesehatan bahkan dalam situasi pandemi, bisa-bisa yang dipilih adalah orang perbankan, atau orang yang selama hidupnya tidak pernah berkecimpung dalam ranah kesehatan. Demikian juga pos-pos lain, tidak hanya soal kemediokeran, bahkan penjilat-pun justru akan menjadi anak emasnya. Intinya, siapapun itu asal selalu siap sedia mendukung kepentingan kaum oligark. Dan karena demokrasi akan selalu mengajukan kritiknya, maka akan di-bonsailah dinamika demokrasi itu. Rusak-rusakan. *** (31-03-2021)