www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

24-04-2021

Segmen mana yang akan ditingkatkan daya belinya adalah keputusan politik dari si-pembuat kebijakan. Istilah daya beli yang sering disentil oleh Rizal Ramli ini semakin penting dan sebaiknya memang diletakkan di pusat gravitasi masalah perekonomian nasional. Istilah infant industry-nya dipakai Alexander Hamilton-pun bisa dilihat sebagai soal upaya peningkatan daya beli ini juga, selain juga tentunya masalah bertahan-hidupnya industri yang sedang merangkak itu. Apapun itu ujung-ujungnya adalah soal daya beli warganya. Demikian juga soal kebijakan perberasan di Jepang, meski dinarasikan sebagai perlindungan dari tradisi turun-temurun, ujung-ujungnya adalah petani yang akhirnya mempunyai daya beli cukup. Lihat misalnya ketika pandemi menerjang, hancurnya daya beli masyarakat akhirnya sungguh mempengaruhi rantai produksi-distribusi-konsumsi itu.

Maka memperbesar jumlah yang ber-daya beli adalah salah satu tugas utama adanya negara. Trickle down effect tidak berlaku di sini, dalam arti satu segmen dipompa daya belinya dan katanya itu akan ‘menetes’ ke bawah. Ketika yang ber-daya beli ini ada di sebagian warga maka bisa diharapkan pula berdikari di bidang politik akan semakin mewujud. Karena bagaimana-pun, dengan daya beli ada di sebagian besar warga sedikit banyak menunjukkan dinamika di ‘bangunan bawah’ bisa dikatakan ada di jalur yang ‘benar’. Tugas utama dari negara memang memperbesar daya beli warganya -sebenarnya, tetapi itu dilakukan pertama-tama adalah dengan ‘mengelola’ atau ‘menertibkan’ bermacam hal yang bisa mengikis atau melumpuhkan warga membangun daya belinya. Pertama-tama jelas soal korupsi. Kedua segala permainan kartel atau mafia. Dan ketiga, melindungi dari ‘serangan’ luar, misal soal impor beras, impor garam, dan seterusnya itu. Dalam keadaan krisis, sepertihalnya pandemi saat ini, stimulus-bantuan harus lebih diarahkan pada sebagian besar warga.

Tulisan ini dimaksudkan sebagai dukungan terhadap ‘cara-menarasikan’ masalah ekonomi dengan titik-pusat narasi ada di daya beli, seperti yang berulang disampaikan oleh Rizal Ramli. Lihat misalnya, ‘bonus demografi’ –yang sebaiknya dihayati tidak berhenti soal ‘bonus tenaga produktif’ tetapi juga potensial berdaya beli, dari generasi baby boomers yang berdaya beli itu. Atau China dengan penduduknya hampir 1,5 milyar itu, bayangkan jika pemerintahnya berhasil mendorong daya beli sebagian besar warganya. Dan itu bisa kita lihat tidak hanya ‘jika’, tetapi kongkret memang sudah berhasil. *** (24-04-2021)


 

Berdikari dan Daya Beli