www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

01-05-2021

Ketika mall itu membuat macet di sekitar pintu masuknya, ada yang akan mengatakan bahwa itu ‘eksternalitas’ saja. Tidak ada urusannya dengan dinamika untung-rugi bisnis mall. Memang ada yang membedakan antara eksternalitas positif dan negatif, tetapi biasanya ketika bicara soal eksternalitas ya seperti contoh di atas. Kesadaran akan kedaruratan iklim sekarang ini sebenarnya bisa dilihat juga sebagai kritik besar-besaran terhadap bingkai eksternalitas ini. Ketika politik banyak dikelola oleh para usahawan-konglomerat, korporat, maka bisa-bisa soal eksternalitas ini semakin kuat membayang. Kita boleh untuk setuju atau tidak dengan pemikiran Platon, tetapi sekali lagi, ketika si-kuda hitam[1] itu terlalu banyak intervensi dalam kekuasaan, bahkan kemudian menentukan, maka karakter yang maunya meluncur ke bawah itu jelas akan juga memberikan pengaruh besarnya. Jika politik tidak bisa lepas dari kekuasaan, power, maka merebut, mempertahankan kekuasaan bisa-bisa juga akan diwarnai oleh bingkai eksternalitas ini. Netizen bisa menggambarkan dengan tepat salah satu dampaknya: mengganggu kecerdasan umum.

Jika memakai perbandingan kedaruratan iklim, maka politik yang banyak terbingkai oleh ‘konsep’ eksternalitas ini jelas pada titik tertentu -katakanlah, sangat berpotensi untuk mengarah pada kondisi ‘kedaruratan republik’, misalnya. Republik menjadi semakin ‘rapuh’, tak jauh dari bumi yang juga semakin rapuh ini.

Kita bisa belajar dari bagaimana laku perbudakan menjadi laku terkutuk setelah berabad-abad merupakan hal ‘biasa’ dalam hidup bersama manusia. Bahkan pada satu waktu di beberapa tempat sebagai faktor ‘penggerak’ utama dalam ekonomi. Perbudakan sebagai laku terkutuk adalah ketika perlahan tapi pasti, mulai menjadi pendapat umum, menjadi pendapat universal keterkutukannya. Maka kita bisa membayangkan pula, bingkai eksternalitas ini-pun di masa-masa depan akan terkoreksi juga, terlebih ketika terkait dengan lingkungan. Akankah eksternalitas ‘dalam’ politik akan juga terkoreksi habis-habisan? Ketika pasar-bebas menyeruak dengan membonceng gelombang globalisasi kita bisa melihat bagaimana para diktator itu berjatuhan di sekitar bagian akhir abad 20. Akankah bermacam ‘rejim-kucluk-berjamaah’ yang beberapa tersebar di planet ini juga akan berjatuhan satu demi satu? Karena jelas sudah tidak kompatibel lagi dengan ‘semangat jaman’ yang berkembang. *** (01-05-2021)

 

[1] Lihat dalam Alegori Kereta Perang-nya Platon


 

'Eksternalitas' Dalam Politik