www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

16-05-2021

Paradigma ‘self-regulating-market’ (pasar swatata) pada bandul paling ujungnya akan mengidamkan adanya negara ultra-minimal. Dalam negara demos-kratos, berkembangnya ‘self-regulating-regime’ pada bandul paling ujungnya akan mengidamkan adanya ‘rakyat ultra-minimal’. Demos-kratos yang ultra-minimal, dimana saat jaman old salah satu rute favoritnya adalah ‘massa mengambang’.

Self-regulating-regime’ adalah model pakem rejim kerajaan tempo doeloe, dimana kekuasan hanya beredar atau urusan lingkaran tertentu saja. Di luar lingkaran kekuasaan, mereka –rakyat kebanyakan, ‘dijinakkan’ sedemikian rupa oleh kekuatan ‘sihir’ (kekuatan pengetahuan) melalui figur sang raja dengan segala bermacam hal yang dilekatkan pada dirinya, juga dengan kekuatan kekerasan melalui serdadu kerajaan, dan tak lupa selalu ditekan melalui kekuatan uang, dengan bermacam upeti harus disetor. Hidup khalayak katakanlah cukup dalam level ‘subsistensi’-nya saja. Bahkan yang paling rendah, sebagai budak. Diperas tenaganya untuk menghasilkan keuntungan tertentu, dan bahkan diperjual-belikan.

Ketika hidup khalayak, banyak yang sudah keluar dari level ‘subsistensi’-nya, dan pada saat bersamaan bermacam pengetahuan juga semakin banyak diserap karena lebih tersedia aksesnya, ‘sihir’ itupun menjadi rapuh. Jika diamati lebih jauh, sebenarnya sihir paling kuat bukan ada pada diri sang-‘raja’, tetapi adalah sihir ‘lingkaran kekuasaan’-nya. Segala ‘keistimewaan’ yang akan dinikmati ketika masuk dalam lingkaran kekuasaan. Lingkaran kekuasaan yang sangat mungkin untuk dikembangkan menjadi ‘rejim swatata’ itu. Ketika yang dulu ada di luar kekuasaan dan kemudian masuk dalam lingkaran kekuasaan maka tetap saja potensi ‘sejarah berulang’ akan besar. Tidak mengherankan kemudian bahkan sejak lebih dari 2000 tahun lalu sudah dibicarakan soal ‘siklus rejim’ itu. Meski juga di lebih 2000 tahun lalu itu Polybius tidak bicara soal ‘siklus rejim’ tetapi menyorot soal mixed constitution yang juga disinggung oleh Negri dan Hardt dalam Empire (2000), kita harus hati-hati jangan-jangan ‘demokrasi’-pun hanya akan digunakan sebagai ‘sihir’ untuk menjinakkan si-demos saja. Di jaman old itu bisa begitu efektifnya selama hampir tiga dekade.

Dari bermacam peristiwa mudik lebaran kali ini ada beberapa bisa kita amati bersama. Salah satunya adalah bagaimana ‘kerumunan’ sepeda motor ini dengan mudah ‘menjebol’ larangan untuk lewat. ‘Massa’ sepeda motor ini bisa dikatakan lebih mudah menjebol ‘barikade’ dibanding dengan ‘massa’ kendaraan roda empat. Nampaknya soal kuasa itu juga tidak lepas dari gambaran di atas, sebagian besarnya sebenarnya berurusan dengan ‘yang banyak’ itu. Soal bagaimana ‘mengendalikan’ yang banyak. Itulah mungkin soal patron –terlebih dalam komunitas dengan power distance tinggi, menjadi urusan penting. Bahkan bisa dikatakan juga, ‘self-regulating-regime’ itu sebenarnya adalah bagaimana soal pengelolaan patron-patron. Soal bagaimana mengelola kaum ‘bangsawan-patron’-nya. Tidak jauh-jauh amat dengan apa yang dikenal sebagai spoils system a la Andrew Jackson (presiden AS ke-7) yang dibangunkan dari tidur panjangnya oleh Trump di akhir-akhir masa jabatannya itu.[1]

Untuk ‘mengendalikan’ yang banyak itu diperlukanlah bermacam kekuatan, dari kekuatan pengetahuan, kekerasan dan uang. Jika kredibilitas-kapasitas sang patron begitu minim maka kekuatan uang dan kekerasan-lah yang akan maju lebih dulu. Kekuatan kekerasan dalam hal ini tidaklah terbatas pada penggunaan laras panjang, tetapi segala kecuranganpun pada dasarnya adalah kekuatan kekerasan. Karena kekuatan uang menjadi salah satu andalan maka ‘konsekuensi-logis’-nya adalah korupsi, ngunthet habis-habisan. Merampok kekayaan negara untuk membiayai diri untuk tetap berada di lingkaran kekuasaan. Maka korupsi, dan juga kolusi dan nepotisme bukanlah sekedar extra-ordinary crimes, tetapi lebih dari itu ia adalah ‘mesin-utama’, logika utama sehingga ‘rejim-swatata’ itu bisa berjalan. Rejim loe-lagi-loe-lagi dengan kecenderungan 'autisme' hebat yang sudah sulit dikelola. Dan sekaligus tanpa henti menganggap yang (banyak) di luar lingkaran kekuasaan itu adalah bodoh dan mudah disogok. Jika ternyata mereka salah dan terbukti ternyata tidak bodoh dan tidak mudah disogok, sejarah memberikan pelajaran bahwa kekuatan laras panjang, kekuatan kekerasan paling ‘original’-lah akhirnya akan maju paling depan. Spoils system dalam ‘rejim swatata’ itu seakan sudah seperti ‘bom waktu’ saja. Tidak jauh dari paradigma ‘self-regulating-market’ yang lekat dengan bermacam krisis secara periodik. *** (16-05-2021)

 

[1] https://www.pergerakankebang

saan.com/727-Trump-dan-Segala-Efek-Sampingnya/

 

Mesin Utama dalam 'Rejim Swatata'