www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

23-05-2021

Bagaimana jika keutamaan (virtue) dipinggirkan dari dinamika hidup bersama? Bagaimana jika keutamaan menjauh dari para elit yang sedang beredar itu? Apakah upaya untuk mencari ‘kebahagiaan’ mereka akan berujung pada wujud hedonisme semata? Dalam bentuk paling ‘kasar’-nya? Pencarian ‘kebahagiaan’ dalam penghayatan sekuler-nya yang kadang dituding sebagai fantasi-nya kaum borjuis itu? Bermacam ‘jebakan’ atau pembahasan soal pencarian ‘kebahagiaan’ ini bisa dikatakan mempunyai spektrum luas. Makanya jika dikaitkan dengan siapa yang akan mengelola negara langkah-pun semestinya menjadi perlahan dan hati-hati. Karena bagaimanapun juga, negara sampai sekarang masih diyakini sebagai pemegang hak monopoli penggunaan kekerasan. Karena itu jika tidak hati-hati, segala carut-marut pencarian ‘kebahagiaan’ di kalangan pengelola negara itu bisa-bisa akan membawa hidup bersama pada kegelapan sejarahnya. Kejahatan hasrat dan kejahatan logikapun –meminjam pembedaan Camus, bisa-bisa tumpang tindih tidak karu-karuan.

Tentu soal 'hasrat vs hasrat' dalam konteks di atas akan memegang peran pentingnya, tetapi tetap saja untuk ‘meminimalkan resiko’ dan tidak membuang energi terlalu banyak maka soal input (calon pengelola negara) mestinya sudah dipikirkan sejak awalnya. Tetapi bagaimana jika justru ‘carut-marut’ pencarian ‘kebahagiaan’ itu menjadi landasan utama dalam kelola kekuasaan sebuah rejim? Siapa yang tidak mau jadi pengikut ‘Dewa Hedon’ itu? Tentu akan banyak yang berpikir dua-tiga kali –apapun alasannya, tetapi bagaimana jika keutamaan dipinggirkan dulu?

Dalam mitologi Yunani, Dewa Hedon dilawankan dengan Dewa Algea, dewa soal kesakitan. Dan memang, pencarian ‘kebahagiaan’ itu akan lebih terhayati dengan adanya kecenderungan kuat manusia untuk juga menghindari ‘kesakitan’. Bak takut akan neraka dan ingin selalu masuk surga. Maka tidak mengherankan pula jika Spinoza ketika bicara soal harapan ia juga menulis soal ketakutan. Ketakutan dan harapan adalah juga ‘driving force’ yang terlibat intens dalam menuntun tindakan manusia. Jika Carl Schmitt benar bahwa konsep negara modern itu adalah sekularisasi dari konsep teologi maka ia-pun (konsep negara modern) bisa akan terlibat intens dengan ketakutan dan harapan ini. Mari berandai-andai, bagaimana jika ketakutan itu dieksploitasi sedemikian rupa secara bertubi-tubi? Maka nation-state sebagai bayang-bayang dari God-pun akan bisa menjadi tempat dimana harapan akan ditaruh. Dan menurut Harold J. Laski, bagi khalayak, menghayati negara itu hanya akan bisa melalui pengelola –pemerintah, negara. Maka akan ditaruhlah harapan itu pada pengelola negara, bahkan jika pengelola negara itu tukang ngibul sekalipun.

Hadirnya keutamaan akan mendorong soal ‘kebahagiaan’ ini terhayati lebih dari sekedar eksploitasi hasrat saja. Dengan hadirnya keutamaan, ‘kebahagiaan’ akan lebih terhayati sebagai katakanlah, ‘well-being’. Dan Dewa Hedon-pun perlahan akan tersingkir juga atau dipinggirkan, atau paling tidak bukan menjadi dewa (utama) lagi. Redupnya kekuatan sihir Dewa Hedon ini sedikit banyak akan memberikan ruang bagi berkembangnya keberpikiran. Dan dengan berpikir, soal ketakutan dan harapan ini akan juga bisa menjadi berbeda dalam penghayatannya. Orang bisa-bisa menjadi tersadar dengan apa-apa di belakang ketakutan yang terus menerus ditebar itu. Atau juga kemudian tersadar, mengapa harapan koq saya letakkan pada yang tukang ngibul itu? Mengapa tidak yang lain? Maka tidak mengherankan pula ada pihak yang sungguh berkepentingan untuk mempertahankan sihir Dewa Hedon ini, dalam ranah negara. Maka pula tidak mengherankan jika influencer yang dekat dengan dunia hedonis itu-pun diajak masuk melangkahkan sebelah kakinya ke ranah negara. Atau lihat, ada pejabat jika melihat perjalanan hidup dan karakternya, ia sangat jauhlah dari perayaan hura-huranya ulang tahun. Maka dibuatkanlah kejutan perayaan ultah disesaki nuansa hedonis oleh ‘orang-orang sekitar’-nya. Maka sebenarnya itu lebih dari sekedar soal ‘kerumunan’ saja. Atau juga penampakan mobil-mobil mewah para pejabat. Komplit dengan plat nomer khususnya. Dan banyak lagi. *** (23-05-2021)

Para Perampok Harapan