www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

23-06-2021

Bagi kebanyakan orang kehancuran bisa mendatangkan bermacam bentuk trauma, bahkan bisa berkembang menjadi sebuah phobia. Tetapi menurut David Harvey, krisis bisa menjadi salah satu rute akumulasi dalam dinamika neoliberalisme. Dalam The Shock Doctrine, Naomi Klein menegaskan akan hal tersebut. Jauh sebelumnya, Carl Schmitt menegaskan, kehancuran atau kondisi exception bisa merupakan kondisi untuk menegaskan diri bagi si-sovereign. Ada juga yang meyakini bahwa untuk membangun tata-sosial baru, yang lama harus betul-betul dihancurkan. Maka kehancuran tidak hanya bisa berujung pada sebuah phobia, sayangnya kehancuran bisa juga sebuah philia bagi sementara pihak.

Economic Hit Man/Woman adalah orang-orang yang dalam lubuk hati terdalamnya menyimpan philia akan kehancuran. John Perkins dalam beberapa buku dan tulisannya menunjukkan dengan jelas bagaimana kiprah dari orang-orang seperti itu. Meski bisa dibalut dengan tampilan serba perlente dan kadang dengan bayang-bayang atau bahkan puja-puji akademik yang mak-nyus, tetapi pada dasarnya mereka adalah ‘super-kejam’. Kadang tidak hanya soal akumulasi modal yang menjadi urusan, tetapi akumulasi power dalam bermacam bentuknya. Kalau perlu bagaimana menginisiasi pergantian rejim, misalnya. Meski itu dilakukannya secara ‘merangkak’ dalam hitungan tahunan. Atau orang-orang semacam ini sebenarnya adalah juga masuk dalam ‘golongan kaum putus urat’. Jika kegelapan yang mendekat, bermacam hal yang bisa dikatakan sebagai ‘perfect obligation’ itu dengan begitu mudahnya disingkirkan, sama sekali tanpa beban. Apalagi soal ‘imperfect obligation’. Dan itu karena sudah ‘putus urat’, bisa dilakukan berulang dan berulang, tidak tahu batas.

Sebagian besar ‘golongan putus urat’ ini tidaklah ‘solo karir’ atau seorang ronin. Dalam dunia gelap, yang ‘solo karir’ ini misal pada para pembunuh berantai. Sedang si-ronin, pembunuh atau tentara bayaran yang sedang menunggu ‘order’. Atau buzzerRp yang sedang menunggu order. Tidak semua ‘golongan putus urat’ ini selalu ada di dunia gelap, si-minoritas kreatif dalam istilah Toynbee yang dikatakan sebagai faktor penting dalam perkembangan peradaban itu, ia dekat-dekat juga dengan ‘golongan putus urat’ ini. Demikian juga misalnya, para pejuang kemerdekaan, pembela keadilan, atau serdadu khusus dalam kesatuan, penjelajah, pemain akrobatik yang gila-gilaan, seniman yang tiada henti menembus batas, atau sejenisnya. Atau yang tetap ‘survive’ dalam bermacam tekanan. Tetapi konteks tulisan ini lebih pada soal kehancuran.

Dalam sebuah siasat, tidak selalu kehancuran sebagai, katakanlah plan-A. Plan-A-nya katakanlah dicoba cara-cara ‘soft’ dulu. Atau kalau kita kadang mendengar: kalau tidak bisa dikuasai yang dipecah. Dipecah jadi kecil-kecil sehingga dengan mudah akan dikuasai juga. Atau dibagi-bagi, kalau tidak bisa menguasai seluruhnya maka cukup sebagian saja. Yang lain, silahkan pihak lain. Maka bisa-bisa terjadi perang saudara yang seakan tidak ada ujungnya itu. Perang antar ‘klien’ yang tidak hanya sedang ditonton dari jauh oleh ‘patron’ masing-masing, tetapi justru penegasan bahwa si-‘patron-patron’-lah sebenarnya si-sovereign itu. Bangsat-lah! *** (23-06-2021)

Banyak Jalan Menuju Kehancuran