www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

03-07-2021

Cuitan lebih setahun lalu dari Sudjiwo Tedjo masih saja menyimpan ‘misteri’ sendiri : ”Jika aku mati2an mendukung seseorang jadi pemimpin padahal aku tahu bahwa dia gak mampu jadi pemimpin, maka patut kau duga bahwa aku akan mengeruk keuntungan besar2an dari kepemimpinan dia.”[i] Misterinya adalah, keuntungan apa yang akan kukeruk itu? Jika pemimpin-gak-mampu-jadi-pemimpin yang aku dukung itu adalah pemimpin dalam ranah politik maka tentu kau boleh menduga keuntungan yang aku keruk itu tidak jauh-jauh amat dari keuntungan dalam relasi-relasi produksi. Karena menurut Cuk-Mx, politik bagaimanapun akan sangat dipengaruhi oleh relasi-relasi kekuatan produksi yang ada di basis. Sangat dipengaruhi tetapi bukan kemudian hanya ‘manut 100%’ saja terhadap apa-apa yang berkembang di basis. Karena bagaimanapun juga, urusannya dengan manusia. Buktinya? Kalau over-determination maka China sekarang akan tidak berkembang maju dengan cepatnya seperti sekarang ini.

Maka ketika si-‘dia gak mampu jadi pemimpin’, relasi-relasi kekuatan produksi-lah yang akan berdiri paling depan untuk melahap habis-habisan pemimpin politik dengan ‘kelas’ seperti itu. Dan ketika relasi-relasi kekuatan produksi itu sangat kuat aroma shadow-economy komplit dengan ‘sanak-sanak-saudara’-nya maka carut-marutlah yang akan dijumpai warga kebanyakan. Bahkan rute ‘trickle down effect’ itupun akan lebih mengambil jalan korupsi, kong-ka-li-kong, pat-gu-li-pat, pemburuan-rente, mark-up, data ganda, data fiktif, data misterius, maling, ngemplang, nggaglak, ngunthet, dan sekitarnya untuk memperbesar ‘roti’-nya. Itupun netesnya akan menunggu pada lebih dekat-dekat saat pemilihan akan digelar saja. Sebagian kecil lainnya untuk membiayai nikmatnya hubungan a la patron-klien-nya. Sedang porsi besar lainnya akan lebih nggelontor pada barang-barang mewah impor atau pada bermacam properti simpanan. Atau untuk memuaskan bermacam hasrat yang bisa tanpa ujung itu, khas kegilaan kaum ‘bangsawan’.

Tetapi dari bermacam penampakan, bermacam kemiripan satu-sama-lainnya yang muncul selama ini, ‘misteri’ Cuk-JSG ini nampaknya semakin terkuak, bahwa itu tidak sekedar soal relasi-relasi kekuatan produksi. Lihat misal di jaman kolonial dulu, rumus pakemnya yang ditunjukkan banyak sejarahwan adalah 3G, Gold, Glory, dan God. Dan di jaman itu seringnya kaum penjajah jika memang siasat memaksa harus menempatkan atau membiarkan raja tetap berkuasa maka tentu akan dipilih atau yang didukung adalah ‘dia (yg) gak mampu jadi pemimpin’. Biar ngeruk gold-nya bisa lancar, dengan pemboncengnya, atau bahkan juga sebagian pembonceng itu juga sekaligus sebagai bahan-bakar energi: glory dan god itu.

Perayaan besar-besaran Partai Komunis China yang ke-100 tahun baru-baru ini semakin menegaskan bahwa dinamika geopolitik-geoekonomi Asia-Pasifik ini memang semakin memanas. Bahkan tidak mungkin akan memicu pergeseran geopolitik global. Dari sejarah kita bisa belajar bahwa munculnya kekuatan baru sebagai ‘penantang’ kekuatan lama biasanya tidak berlangsung dengan damai-damai saja. Maka dalam praktek, politik bebas aktif itu bukan masalah slogan saja, tetapi akan kongkret ia ada dalam dinamika relasi panas-dinginnya kuasa. Inilah katakanlah masalah ‘glory’ yang perlahan menelusup ikut nimbrung dalam ‘misteri’ Cuk-JSG ini. Dan jika ‘perahu bebas aktif’ ini dinahkodai oleh ‘dia (yg) gak mampu jadi pemimpin’, bisa-bisa para pengkhianat merasa bebas-bebas saja terus ‘memfasilitasi’ meluas dan dalamnya infiltrasi. Dan tentu ini bukan hanya urusan ‘satu-pihak-super-power’, tetapi ‘super-power’ lainnya-pun akan melakukan hal serupa melalui para ‘antek-antek’-nya. Jika yang satu menambah kekuatan 5 telik sandi misalnya, maka yang lain-pun akan melakukan hal serupa. Konsekuensinya jika pemimpin di tangan ‘dia (yg) gak mampu jadi pemimpin’ maka potensi eskalasi bisa-bisa betul-betul akan menghancurkan hidup bersama jika dalam waktu singkat menjadi aktual. Atau pada ujungnya, ‘stabilitas’ harus dibayar mahal dengan terlalu besar memberikan ‘konsensi’ sebagai ‘upeti’ yang akan diberikan dengan biasanya akan meminggirkan soal kedaulatan dan kesejahteraan rakyatnya. Atau ‘glory’ yang ‘lokal-lokal’ saja, misal obsesi soal ‘5-3-1’ itu. Kalau sudah bicara ‘5-3-1’ rasa-rasanya sudah sangat ideologis bingit, gitu lho ... Repot sekali. Bagaimana soal God? Apa masih mau diperjelas? Bahkan untuk urusan ‘surga’ inipun maunya dilekat-lekati dengan nusantara-nusantara-an segala. Contoh ‘kecil’ saja itu. Repot sekali juga. Dan kurang kerjaan-lah.

Maka  pendukung die-hard dari si- dia (yg) gak mampu jadi pemimpin itu biasanya tidak jauh-jauh amat dari 3 ‘buta’, buta karena ‘sihir’ gold, atau glory, dan bahkan juga ‘god’. Dan tak mengherankan pula jika (reaksi) di dunia maya kegundahan akan tergerusnya akal-sehat kemudian terus-menerus seliweran dalam waktu yang lama. Sebagai perbandingan, katakanlah misalnya, skandal Cambridge Analytica itu tidak hanya berhenti saat Trump terpilih 5 tahun lalu itu, tetapi terus-menerus bekerja untuk ‘merawat’ dan bahkan meluaskan 3 kebutaan tersebut selama Trump berkuasa. Dan jelas juga jika itu yang terjadi, bukan hanya akan menggerus demokrasi, tetapi juga akan sangat menurunkan kualitas hidup bersama. Benarlah apa yang dikatakan Cuk-NB: “When small men attempt great enterprises, they always end by reducing them to the level of their mediocrity.” *** (03-07-2021)

 

[i] https://twitter.com/sudjiwotedjo/

status/1094888794224877569

               

Misteri Cuk-JSG