www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

13-08-2021

Dari Proklamasi ke Reformasi adalah sebuah pembelajaran besar bagi republik. Setiap masa pastilah ada hal baik dan hal buruknya. Hal baik diteruskan, hal buruk diperbaiki. Dan dengan itu kemajuan akan semakin dirasakan. Reformasi adalah juga tekad untuk memperbaiki hal-hal buruk di masa sebelumnya. Dan hal buruk itu adalah soal demokrasi yang diinginkan berkembang sekaligus sebagai upaya bangsa menghindarkan rejim yang semau-maunya. Rejim yang menelikung demokrasi, dan dalam praktek diganti dengan rejim tirani-oligarki. Hal buruk lain adalah soal korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dua hal itulah yang diyakini oleh Reformasi bisa menghambat mewujudnya cita-cita Proklamasi. Maka semestinya siapapun yang mempunyai kesempatan untuk mengelola negara pada era Reformasi ini ia akan dinilai pertama-tama adalah soal demokrasi dan kedua adalah soal korupsi, kolusi, dan nepotisme itu. Tidak yang lainnya.

Di balik demokrasi sebenarnya ada upaya mengikis adanya ke-tidak-adil-an, demikian juga soal korupsi, kolusi, dan nepotisme. Maka bisa dikatakan apa yang diangankan oleh Reformasi itu adalah sejalan dengan semangat Proklamasi: melawan ke-tidak-adil-an yang sudah berpuluh-puluh tahun, bahkan lebih dari seratus tahun telah mendera nusantara. Tetapi ke-tidak-adil-an dalam hal apa yang begitu mengusik bermacam, katakanlah pemberontakan, atau juga para pejuang kemerdekaan dulu? Dalam hal ‘pembagian kekayaan’! ‘Pembagian kekayaan’ yang digambarkan selalu terus mendekat pada keadilan itu pada dasarnya bisa dikatakan sebagai ‘campur tangan’ manusia. Bukan sesuatu yang katakanlah berlangsung alamiah-alamiah saja. Manusia-manusia dengan kemampuan imajinasinya, dengan kemampuan bertindaknya. Menjadi merdeka kemudian diangankan mempunyai kemampuan lebih untuk ‘campur tangan’ dalam pembagian kekayaan itu. Itulah mengapa meski politik akan sangat dipengaruhi oleh gejolak di ‘basis’ ia masihlah mempunyai peluang untuk mempengaruhi apa-apa yang ada di ‘basis’. Sejarah telah membuktikan hal tersebut. Sangat tidak mudah memang, makanya meski dalam perjalanan sejarah bermacam hal di-kreasi dalam ranah hasrat vs hasrat itu, kualitas aktor politik tertentu memang masih dipersyaratkan sehingga gejolak di-‘basis’ itu tidaklah kemudian memakan mentah-mentah seluruh ‘bangunan atas’-nya. Makanya kita kenal sebutan: negarawan, lebih dari sekedar politikus saja. Kalau digambarkan bagaimana ‘basis’ akan mempengaruhi politik itu bisa digambarkan dengan garis tebal dengan anak panah di ujungnya, tetapi bagaimana politik itu bisa mempengaruhi ‘basis’ hanya bisa digambarkan dengan garis tipisnya. Jauh lebih tipis. Tetapi meski tipis tetaplah itu dimungkinkan. Meski tipis, tetaplah di tangan aktor-aktor politik yang tepat ia akan mampu mempengaruhi bagaimana ‘pembagian kekayaan’ itu bisa dilaksanakan dengan semakin banyak yang bisa mengambil kesempatan. Itulah sebenarnya bagaimana demokrasi bisa beriringan dalam mengikis ke-tidak-adil-an itu, yaitu dengan ikut terlibat bagaimana sebaiknya ‘pembagian kekayaan’ itu dilangsungkan. Ketika demokrasi itu melorot kualitasnya maka sangat dimungkinkan soal ‘pembagian kekayaan’ inipun akan tertatih-tatih pula.

Maka demokrasi bisa sampai pada satu titik ‘dilema’ seperti digambarkan Harold J. Laski hampir 100 tahun lalu. Katakanlah di tangan kaum buruh, demokrasi akan menuntut apa-apa yang berlawanan dengan kepentingan pemodal, misalnya. ‘Jalan gampang’ untuk menyelesaikan ‘dilema’ ini adalah fasisme. Dan dari sejarah kita bisa melihat itu bukan hanya sebuah kemungkinan saja. Maka ‘merawat’ demokrasi memang tidak mudah. Tetapi Reformasi telah memantabkan hatinya soal demokrasi ini, dan itu tidak bisa ditawar-tawar lagi gerak majunya. Dalam konteks inilah juga terkait dengan bermacam isu soal 3 periode, atau perpanjangan masa jabatan, sangat perlu pemimpin tertinggi republik menjawab di forum yang tepat, misal dalam pidato di depan MPR beberapa hari ke depan itu. Jika tidak ada jawaban tegas soal ini maka bisa dipastikan –bahkan tanpa melihat lain-lainnya lagi, kita bisa berpendapat bahwa pengkhianatan terhadap Reformasi jelas sedang berlangsung. Dan pengkhianatan terhadap Reformasi adalah juga berarti pengkhianatan terhadap amanat Proklamasi. Sudah sangat jelas itu. Bahkan ketika soal korupsi, kolusi, dan nepotisme belum dibahas dinamika-dialektika pemberantasannya. Apalagi jika sudah kita telisik lebih dalam lagi. *** (13-08-2021)

Dari Proklamasi ke Reformasi (I)