www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

24-10-2021

Salah satu yang dibicarakan serius dalam pertemuan Uni Eropa beberapa waktu lalu adalah soal migran. Baik yang berasal dari daratan Eropa sendiri, seperti dari Belarus masuk ke negara-negara Uni Eropa terutama Polandia, maupun yang berasal dari Asia yang juga banyak melalui Belarus itu, dan juga yang berasal dari Afrika. Pertemuan-pertemuan atau katakanlah rapat-rapat sebelumnya dari bermacam tingkatan, atau bilateral sudah dilakukan. Tidak mudah memang soal ini karena tidak hanya soal kemanusiaan tetapi juga soal budaya bahkan juga agama. Juga soal sayap kanan jauh yang semakin meningkat pengaruhnya. Macam-macam. Lihat misalnya sik-Trump itu bahkan ingin membuat pagar besi tinggi di perbatasan dengan Meksiko karena persoalan migran ini. Tentu juga rapat-rapat yang dilakukan terus-menerus itu tidak otomatis melupakan apa-apa yang mesti direspon saat itu, terutama soal penampungan dan logistik. Tindakan-tindakan praktis ini selalulah akan dihadirkan terlebih ketika sebuah kehidupan sedang terancam, dan itu tetaplah ada dalam bayang-bayang gambar besarnya. Meski itu masih remang-remang. Gambar besar tidak perlu jelas dulu, dan tidak harus menjadi penghambat tindakan-tindakan praktis ketika nyawa manusia dipertaruhkan.

Bermacam alasan mengapa migrasi terjadi. Bisa karena dorongan ke luar, atau tarikan menggiurkan dari luar. Atau kombinasi. Intinya adalah melibatkan soal rasa aman dan soal bertahan hidup. Soal mengembangkan hidup. Bahkan juga bisa-bisa soal keserakahan hidup. Tetapi dari yang terberitakan, sebagian besar kaum migran itu lebih karena adanya dorongan ke luar. Seperti cerita soal urbanisasi, hanya saja ini sering akibat perang, konflik, dan sekitarnya. Gabungan erat antara rasa aman dan keinginan untuk bertahan hidup. Tetapi sebagian kecil dari migrasi ini ada yang ‘mengemban tugas’ penaklukan. Jelasnya, sebenarnya bagian dari invasi. Maka dipersiapkanlah daerah tujuan itu dengan matang, bahkan kalau perlu dengan bermacam bungkus-narasinya. Seperti Daendeles membuat jalan merentang di Jawa juga sebagian sebagai pertahanan, migrasi untuk invasi inipun akan dipersiapkan juga secara matang. Jalan, kalau perlu jalan tol yang akan saling menghubungkan masing-masing kelompok yang akan dikirim secara bergelombang itu, misalnya. Lapangan terbang, berberapa pelabuhan-pun akan dipersiapkan tidak hanya untuk kedatangan, baik yang ‘terang’ maupun ‘gelap’, tetapi juga untuk proses evakuasi jika situasi kedaruratan tiba-tiba saja muncul secara tak terduga. Juga sebagai pintu masuk barang-barang selundupan. Macam-macam. Pemimpin yang hati-hati ia akan tahu persis bermacam ‘infrastruktur’ itu bisa sangat potensial diboncengi kepentingan invasi ini. Makanya iapun akan secara cermat memilih mana-mana yang akan memberikan banyak guna bagi rakyatnya sendiri, pertama-tama. Tetapi pemimpin yang sok-sok-an gegayaan, ia bisa lepas kontrol dan sama sekali tidak paham apa yang sedang dipertaruhkan. Gegayaan menolak rapat-rapat ‘maraton’ dari bermacam pihak tetapi tiba-tiba saja sudah sampai pada satu titik bahwa ia sedang mempertaruhkan kehidupan orang banyak. Bahkan kedaulatan-pun sedang dipertaruhkan. Tindakan pragmatis jelas di sana-sini juga diperlukan, tetapi pragmatisme itu bagaimanapun bisa menyembunyikan maksud-kepentingan tertentu juga. Jeniuskah pemimpin seperti ini? Yang pasti: tidak bijaksana, tidak prudence. *** (24-10-2021)

Krisis Migran