www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

08-02-2022

Menurut Toynbee, peradaban berkembang karena adanya tantangan dan respon. Hanya saja tantangan yang terlalu besar akan bisa menghancurkan peradaban, sebaliknya tantangan-tantangan kecil juga tidak akan mengembangkan. Di antara tantangan dan respon itu ada yang disebut sebagai minoritas kreatif. Peradaban mengalami keretakan besar tidak hanya soal tantangan saja, tetapi juga bisa dari sisi minoritas kreatif-nya, yaitu ketika ia kemudian berubah menjadi minoritas dominan.

Jika diperhatikan lebih lanjut, hal di atas sebenarnya juga bicara soal keutamaan (virtue). Keutamaan jelas bukan gegayaan, sok-sok-an berani misalnya. Gegayaan berani yang paling ekstrem, gila-gila-an, bahkan katanya tanpa beban lagi misalnya. Tidak seperti itu jika kita bicara keutamaan. Ia seakan ada ‘di tengah’, dan adanya ‘di tengah’ itu karena ia melibatkan hal timbang-menimbang yang memadai. Maka jelas pula keutamaan keberanian sangat bisa dibedakan dengan sikap pengecut, misalnya. Maka pula tidak terlalu salah jika ada yang mengatakan bahwa keutamaan prudence (kebijaksanaan?) merupakan ‘ibu’ dari segala keutamaan. Karena hal timbang-menimbang itu akan selalu hadir di setiap keutamaan yang terbangun. Bahkan dalam keutamaan kesalehan sekalipun.

Minoritas kreatif menjadi penting dalam hidup bersama karena menurut Toynbee ia akan ditiru oleh kebanyakan khalayak, dalam hal ini terkait dengan respon-responnya terhadap bermacam tantangan yang ada. Banyak bahasan mengenai ‘hasrat meniru’ ini, seakan memang menjadi bagian tak terpisahkan dari manusia. Bahkan juga binatang. Beberapa dekade sebelum Toynbee menulis soal peran minoritas kreatif ini, Gramsci sudah menekankan pentingnya peran ‘intelektual organik’ sebagai bagian dalam perjuangan memenangkan ‘perang posisi’.

Memang orang bisa bicara soal ‘patahan-patahan sejarah’. Yang seakan menihilkan peran para ‘minoritas kreatif’ ataupun katakanlah para ‘intelektual organik’, seakan-akan terjadi begitu saja sebuah ‘lompatan besar’-nya, benarkah? Fresh dan instant. Benarkah berubahnya air menjadi uap air itu terjadi secara tiba-tiba saja? Bukankah katakanlah, ada proses-proses molekuler tertentu sebelumnya sehingga sampailah pada satu titik dimana ‘tiba-tiba’ saja air berubah menjadi uap air?

Bagi warga negara manapun, pindah ibukota negara adalah sebuah tantangan besar. Bukannya tidak mungkin, tetapi jika tidak hati-hati, tantangan besar itu bisa-bisa menjadi terlalu besar bagi sebagian besar warga. Apalagi jika prosesnya lebih diselimuti oleh hadirnya si-‘minoritas dominan’, bukan lagi oleh si-‘minoritas kreatif’. ‘Proses-proses molekuler’ keretakan peradaban sebenarnya bisa dirasakan sudah berlangsung bertahun terakhir ini, di banyak segi kehidupan. ‘Jiwa-jiwa yang tak terdidik’[1] semakin meluas dan bahkan menggeser peran si-minoritas kreatif. Pindah IKN yang dipaksakan oleh para ‘minoritas dominan’ itu bahkan seakan sebuah ‘katalis’ dari kegundahan yang sudah merebak terkait dengan keretakan peradaban yang selama ini sudah berlangsung. Bangsat-lah. *** (08-022-2022)

 

[1] https://www.pergerakankebang

saan.com/869-KKN-Jiwa-Yang-Tak-Terdidik-1/

Terlalu Besar Tantangan Itu