www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

15-04-2022

Amandemen sebuah UUD adalah kerja besar. Kerja di ranah mendasar. Makanya tidak hanya tidak boleh ‘main-main’, tetapi juga mestinya dalam situasi yang baik. Kondusif. Dan juga dilibati oleh orang-orang yang mempunyai kepekaan tinggi terhadap situasi ‘kedaruratan’. Mempunyai sense of urgency yang tinggi. Hampir bisa dikatakan bahwa amandemen itu 100% akan tergantung dari aktor-aktor politiknya, dalam arti luas. Rakyat kebanyakan-pun akan menjadi aktor-aktor politik juga saat itu. Misal katakanlah, jalan kemudian ditempuh dengan referendum. Atau dalam bentuk unjuk rasa. Atau lainnya.

Bagaimana jika aktor-aktor politik ‘utama’ karena merasa dirinya adalah wakil rakyat, tetapi rekam jejak menunjukkan suatu sikap ‘tak tahu batas’, berulang dan berulang? Maka amandemen itu, meski pagi-pagi dikatakan sebagai ‘amandemen terbatas’ untuk membahas satu-dua pasal, misalnya, bisa-bisa menjadi bola liar. Orang-orang yang sudah biasa ‘melanggar batas’, tidak tahu batas lagi itu pada dasarnya adalah orang-orang yang miskin etika. Dalam diri orang ‘yang etis’, selain kemampuan dalam hal timbang-menimbang, ia pastilah punya dasar pijak yang kokoh: komitmen. Maka ketika orang-orang dengan rekam jejak ‘tak tahu batas’ itu mengatakan komitmennya hanya akan melakukan amandeman terbatas, dengan cepat saja kebanyakan orang bisa bersikap: tidak percaya! Mbèlgèdès-lah. Input mbèlgèdès, prosesnya juga akan mbèlgèdès, keluarannyapun pasti akan mbèlgèdès juga. *** (15-04-2022)

'Amandemen Terbatas' Di Tangan Orang-orang Tak Tahu Batas