www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

18-07-2022

Tidak sedikit film dokumenter dibuat. Bermacam topik diangkat, bermacam tujuan pula. Bermacam hal di ‘dunia-1’ dipotret, difilmkan, dan hasilnya bisa dinikmati olah khalayak. Dilempar masuk ‘dunia-3’ untuk kemudian dinikmati-dihayati oleh khalayak. Tetapi penghayatan bisa berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Seorang anak melihat patung kuda dengan penunggangnya mungkin akan lebih tertarik pada sosok kudanya. Tetapi kakaknya yang beranjak remaja mungkin lebih perhatian pada si-penunggang. Atau sebuah film dokumenter menjadi menarik perhatiannya karena ada bintang film terlibat di dalamnya. Atau ia telah membaca dulu tidak hanya sinopsisnya tetapi juga bagaimana film itu dibuat. Dunia ‘olah-mental’ menurut Karl Popper, itulah ‘dunia-2’.

Maka tiga ‘pertempuran’ adalah membayangkan terjadi di ketiga ‘dunia’ popperian seperti disebut di atas. Satu dengan lainnya memang tidak terpisahkan, tetapi kita bisa membayangkan bermacam peran lebih di masing-masing ‘dunia’. Marx dengan susah payah mengajak untuk melihat lebih pada ‘dunia material’, terutama pada relasi-relasi kekuatan produksi yang menurutnya akan sangat menentukan kemana sejarah akan berputar. Dalam ranah ‘massa’ itu bukanlah pekerjaan mudah, maka ada yang kemudian melihat perlunya sebuah ‘partai pelopor’. Atau ada yang meyakini peran penting dari ‘intelektual organik’. Atau kemudian berkembanglah apa yang disebut sebagai propaganda. Macam-macam. Atau ada yang begitu meyakini bahwa yang nyata itu adalah yang ‘obyektif’, dan itu dasarnya adalah sain. Apa yang mau disampaikan di sini adalah, bahkan di ‘dunia-2’-pun mempunyai rentang kemungkinan yang sangat lebar. Paulo Freire-pun mempersoalkan bagaimana ‘olah mental’ dari yang berkesadaran semi-transitif (magis), transitif-naif, dan transitif-kritis.[1]

Ada yang berpendapat bahwa orang berpikir dulu baru berbahasa. Tetapi bagaimana otak berkembang pada awal-awalnya, ada yang berpendapat bahwa dibebaskannya tangan dari fungsi berjalannya ikut memicu berkembangnya otak. Melakukan bermacam aktifitas lebih kompleks itu, terutama yang didorong ‘motorik halus’ di sekitar tangan telah mendorong evolusi otak manusia menjadi seperti sekarang ini. Ketika bahasa ditemukan, nampaknya ini semakin memicu perkembangan otak. Bagaimanapun bahasa adalah ‘kepanjangan’ dari bermacam gerak dalam bahasa isyarat. Tetapi jelas juga bahwa ini tidak menghapus bahwa berpikirlah sebenarnya yang ‘di depan’ bahasa. Pemakaian istilah ‘hipokognisi’ oleh Levy untuk menjelaskan tingginya angka bunuh diri di Haiti dalam penelitian di sekitar tahun 1970-an sedikit banyak menunjukkan itu. Atau mungkin bisa kita raba juga dengan banyaknya kata-kata serapan dari bahasa asing. Tetapi ada pendapat bahwa sebagian besar tindakan manusia itu lebih didorong oleh bawah sadarnya. Apakah berbahasa itu juga bagian dari sebuah tindakan?

Jika ‘dongeng’ di atas banyak benarnya, maka bisa dilihat peran penting dari stimulasi-respon. Para ahli perkembangan anak-pun akan segera setuju mengenai peran penting stimulasi, terlebih di awal-awal kehidupan anak. Bermacam ‘permainan edukatif’-pun kemudian dikembangkan. Bahkan Arnold J. Toynbee berpendapat bahwa peradaban manusia itu akan sangat dipengaruhi oleh ‘mekanisme’ tantangan dan responnya. Tantangan yang terlalu ‘kecil’ akan kurang berpengaruh dalam perkembangan peradaban, sebaliknya tantangan terlalu ‘besar’ –seperti bencana alam dahsyat, akan menghancurkan peradaban. Para ahli perkembangan anak-pun, juga para pendidik yang paham perkembangan anak, akan hati-hati dalam memberikan beban pada proses pendidikan anak –terutama usia-usia pendidikan dasar, terlebih disetiap anak itu adalah unik di banyak halnya. Istilah anak yang digegas, hurry up child,  menunjuk soal itu. Atau lihat puisinya Dorothy Law Nolte, Children Learn What They Live (1954). Dan coba kata child dalam puisi itu, kita bayangkan diganti dengan nation. Pertanyaannya adalah, maksudnya apa ... ditunjuk seorang Ngabalin dengan segala kata yang meluncur dari mulutnya itu, segala bahasa tubuhnya itu, bagi, katakanlah, nation-building? Atau ‘ngabalin-ngabalin’ lain yang sejenis (di)tampil(kan) berulang-ulang oleh pengelola pajak di depan pembayar pajak yang terhormat? Bahkan dibayari, dihidupi dari uangnya pembayar pajak! Kucluk. Apakah tidak berlebihan jika ada yang kemudian melihat bahwa bangsa ini sedang dirusak? Tragisnya lagi, rusak ‘atas biaya sendiri’, dari uang para pembayar pajak! *** (18-07-2022)

 

[1] https://www.pergerakankebang

saan.com/153-Manipulasi-Di-Tiga-Lapangan-1/

Tiga 'Pertempuran' (1)