www.pergerakankebangsaaan.com

gallery/eye

10-09-2022

Ketika masih bekerja di rumah sakit dan membantu dalam ‘kesibukan’ menghadapi Akreditasi RS, salah satunya adalah ketika menghadapi kebakaran atau bencana lain. Apa yang dilakukan jika terjadi kebakaran? Salah satunya adalah jauh-jauh sebelum bencana terjadi: mempersiapkan rute penyelamatan dan menetapkan titik-kumpul aman-nya. Pastilah ini tidak hanya di rumah sakit saja, tetapi juga di perhotelan, sekolah, atau pabrik-pabrik. Jepang meski akrab dalam menghadapi bencana gempa bumi tetapi jumlah korban bisa ditekan sedemikian rupa karena adanya rute-rute penyelamatan ini, dan juga latihan-latihan rutin.

Kemarin Ratu Elisabeth II meninggal di Inggris sono. Salah satu pernyataan menarik keluar dari Liz Truss, PM baru yang baru saja menggantikan Boris Johnson. Ditulis oleh salah satu media, “Prime Minister Liz Truss, who was appointed by the Queen on Tuesday, said the monarch was the rock on which modern Britain was built, who had "provided us with the stability and strength that we needed".”[1] Bagaimana kita bisa menghayati pernyataan Liz Truss, “the monarch was the rock on which modern Britain was built” itu? Apakah sekedar "provided us with the stability and strength that we needed"?

Di Inggris bahkan partai komunis marxisme-leninisme-pun ada, dan tidak dilarang. Tetapi dalam waktu yang lama hanya muncul 2 partai dominan, sepertihalnya di Amerika sana. Melihat bagaimana sidang parlemen di Inggris memang juga menghibur, bagaimana dua partai dominan (Jerman: dua koalisi partai dominan) itu berhadap-hadapan secara langsung. Monarki yang dimaksud Liz Truss di atas-pun sudah berubah dari ‘bentuk asli’-nya doeloe. Sudah bukan lagi ‘raja adalah hukum’ tetapi justru raja juga harus tunduk pada hukum-hukum yang ditetapkan. Atau apakah model Inggris itu adalah contoh ‘benevolent empire’? Dalam arti katakanlah, ‘benevolent mixed constitution’? Jika ya, apa yang membuat menjadi ‘benevolent’?

Maka kuncinya ada di ‘kelas’ aristokrasinya, ada di ‘rejim aristokrasi’-nya. Si-mono dalam monarki tidak akan bisa berbuat banyak jika tanpa kaum bangsawannya, kaum aristokrasinya. Rejim demokrasi dalam praktek ia ingin kaum aristokrasinya ‘berpihak’ pada demos, dipilih oleh demos melalui prosedur-prosedur yang disepakati. Maka tak mengherankan jika di Amerika sana spoil-system (yang mulai diperkenalkan saat Andrew Jackson jadi presiden) di bagian akhir abad 19 sepakat untuk dihapus, sebab dalam praktek spoil-system itu bisa mendorong tiba-tiba saja ‘yang terpilih’ perlahan merasa dirinya adalah si-mono dalam konteks monarki. Ia bisa semau-maunya membangun kaum aristokrasinya sendiri. Bagaimana kelas aristokrasi ini bisa begitu loyalnya pada sang-raja? Maka kembali kita menoleh pada Marx, yang ingin perhatian lebih pada bagaimana kekayaan itu diproduksi. Dan kita bisa menemukan bagaimana ‘sistem upeti’ itu bisa menyangga feodalisme begitu lamanya. Para aristokrat dipersilahkan untuk memproduksi kekayaannya melalui tanah-tanah yang dibagi, termasuk juga manusia-manusia di dalamnya. Dan ‘sistem upeti’ atau juga ‘sistem setor atasan’ kemudian berlangsung. Atau kalau jaman now, setelah ‘tanah garapan’ dibagi, silahkan anda korupsi, ngunthet, ngemplang, nggaglak, kong-ka-li-kong, pat-gu-li-pat, membekingi usaha tertentu, dan sekitar-sekitarnya itu, asal setoran ke atasan tidak berhenti. Di jaman old, itu sudah berlangsung sekitar 30 tahun-an. *** (10-09-2022)

 

[1] https://www.bbc.com/news/uk-61585886

Rute Penyelamatan (1)